1.Diskusikan validitas dan reliabilitas dalam riset kuantitatif dan kualitatif. Apa saja persamaan dan perbedaan diantara keduanya?
Penelitian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari kebenaran. Untuk mendapatkan kebenaran tersebut diperlukan serangkaian langkah yang dapat menuntun peneliti untuk menghasilkan sesuatu yang tidak menyimpang dari keadaan yang sebenarnya dari sasaran penelitian. Serangkaian langkah tersebut antara lain meliputi langkah-langkah untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas, baik untuk riset kualitatif maupun riset kuantitatif. Riset kuantitatif merupakan riset yang bersifat formal, objektif, proses sistematik dengan menggunakan data numerik untuk mendapatkan informasi. Pendekatan yang digunakan deduktif, logic dan ciri pengalaman manusia yang dapat di ukur. Sedangkan riset kualitatif melibatkan pengumpulan dan analisis data dalam bentuk naratif bersifat subjektif menggunakan prosedur dengan pengendalian yang ketat. Pendekatan yang digunakan cenderung ke aspek pengalaman manusia yang dinamik dengan pendekatan yang holistik.
Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen didalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Misalnya kita akan mengukur berat badan, maka akan digunakan timbangan untuk berat badan, tidak mungkin kita gunakan timbangan dacin. Validitas lebih menekan pada alat pengukur atau pengamat baru setelah itu memikirkan valliditas cara pengukuran. Didalam menilai keakuratan suatu instrument, ada lima tipe validitas yang digunakan : content validity, face validity, predictive validity, concurrent validity, construct validity. Content validity adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrument dengan baik mewakili karakteristik yang dikaji, contoh, untuk menyusun suatu kuisioner tentang sikap individu terhadap makan tetapi lupa menyanyakan sesuatu tentang pentingnya makanan dalam kehidupan mereka, maka ini akan keliru. Face validity merupakan validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes, apabila tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi. Predictive validity adalah seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang pada situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan mengungkap hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain kesuksesan dalam satu situasi sasaran. Concurrent validity menunjukkan seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan dengan kriteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama. Construct validity adalah seberapa besar derajat tes mengukur konstruk hipotesis yang dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati, yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur/ diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Reliabilitas merupakan instrument untuk mengukur atribut penelitian, semakin tinggi tingkat reliabilitas sebuah instrument maka semakin rendah kemungkinan terjadi penyimpangan. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang mantap atau konsisten. Pada alat pengukur fenomena fisik seperti berat dan panjang suatu benda, kemantapan atau konsistensi hasil pengukuran bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh. Tetapi untuk pengukuran fenomena sosial, seperti sikap, pendapat, persepsi, kesadaran beragama, pengukuran yang mantap atau konsisten, agak sulit dicapai. Berhubung gejala sosial tidak semantap fenomena fisik, maka dalam pengukuran fenomena sosial selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran. Dalam penelitian sosial kesalahan pengukuran ini cukup besar. Karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu diperhitungkan. Makin kecil kesalahan pengukuran, semakin reliabel alat pengukurnya. Semakin besar kesalahan pengukuran, semakin tidak reliabel alat pengukur tersebut. Teknik-teknik untuk menentukan reliabilitas ada tiga yaitu: teknik ulangan, teknik bentuk pararel dan teknik belah dua. Dalam tulisan ini akan dijelaskan satu teknik saja yaitu teknik belah dua. Teknik belah dua merupakan cara mengukur reliabilitas suatu alat ukur dengan membagi alat ukur menjadi dua kelompok.
Kedua pendekatan didalam riset kuantitatif dan kualitatif masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Riset kuantitatif merupakan riset yang bersifat formal, objektif, proses sistematik dengan menggunakan data numerik untuk mendapatkan informasi. Pendekatan kuantitaif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variable-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi juga diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sample, pengambilan data dan penentuan alat analisanya. Sedangkan riset kualitatif melibatkan pengumpulan dan analisis data dalam bentuk naratif bersifat subjektif. Kelemahan validitas riset kualitatif adalah tidak bisa mendapatkan validitas yang tinggi karena validitas tidak bisa di ukur dengan angka, banyak memakan waktu, reliabilitasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian dapat terkontaminasi dengan subyektifitas peneliti. Demikian juga pada pengukuran fenomena sosial selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran karena dalam penelitian sosial kesalahan pengukuran ini cukup besar. Sekalipun demikian penelitian kualitatif tetap saja dapat memperoleh validitas jika dilakukan dengan benar, hati-hati dan dengan menggunakan prosedur yang sistematis.
2.Bandingkan dan bedakan fase analisis dalam riset kuantitatif dan riset kualitatif?
Salah satu tahap didalam proses penelitian adalah analisa data. Analisis dan interpretasi data merupakan tahap yang harus dilewati oleh seorang penelitian. Adapun urutannya terletak pada tahap setelah tahap pengumpulan data. Dalam arti sempit, analisis data di artikan sebagai kegiatan pengolahan data, yang terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi data.
Fase analisis dalam riset kuantitatif meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensial (uji signifikansi). Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk table atau grafik. Data yang disajikan termasuk distribusi frekuensi, pengukuran tendensi sentral, variability dan bivariate deckriptif statistic. Distribusi frekuensi merupakan pengaturan yang sistematis dari data yang terkumpul mulai dari nilai yang terrendah sampai dengan nilai yang tertinggi, semua di hitung dengan persentase. Statistik ini juga bisa digunakan untuk mengecek kesalahan dalam program computer. Pengukuran tensensi sentral dimulai dari pusat penyebaran variable dengan menggunakan skala ratio atau interval yaitu mean, median, mode. Variability yaitu untuk mengetahui bagaimana penyebaran data yang diperoleh yang terdiri dari range dan standart deviasi, range didapat dengan cara mengurangi nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dalam distribusi data. Standart deviasi menggambarkan nilai rata-rata dari mean. Sedangkan bivariate deckriptif statistic untuk menggambarkan hubungan antara dua variable. bivariate deckriptif statistic terdiri dari contingency table dan korelasi. Contingency table merupakan distribusi frekuensi yang bersifat dua dimensi dimana terdapat dua variable yang saling ditabulasi silang. Sedangkan korelasi hubungan antara dua variable yang didskripsikan melalui prosedur korelasi. Korelasi dapat bersipat positif dan negative. Cara yang umum digunakan dalam menghubungkan variable yaitu pearson dan spearmen. Pearson yaitu untuk menhubungkan dan mengukur variable yang bersifat interval atau ratio, sedangkan spearmen untuk menghubungkan dan mengukur variable ordinal. Analisis inferensial (uji signifikansi), uji yang digunakan harus sesuai dengan rancangan penelitian, pengujian statistic yang tidak sesuai akan menimbulkan penafsiran yang salah dan hasil yang tidak dapat digeneralisasi. Uji signifikansi dapat diaplikasikan tergantung dari tujuan analisis dan jenis data yang ada. Statistik inferensial dimaksudkan untuk membuat prediksi atau keputusan mengenai sebuah populasi berdasarkan informasi yang terdapat dalam sebuah sampel. Perhatian statistik inferensial adalah untuk mengetahui atau mengambil kesimpulan dari data melalui analisis : hubungan antar dua variable, perbedaan dalam suatu variabel antar anggota kelompok yang berbeda. Bagaimana beberapa variabel independen dapat menjelaskan terjadinya perubahan dalam suatu variabel independen. Statistik inferensial digolongkan kedalam statistik parametrik dan statistik nonparametrik. Statistik parametrik digunakan apabila memenuhi asumsi bahwa populasi asal sampel didistribusikan secara normal dan data yang dikumpulkan memakai skala interval atau ratio. Statistik parametrik terbagi lagi menjadi statistik univariat dan statistik multivariate. Statistik non parametrik dipakai tanpa mensyaratkan asumsi normalitas distribusi populasi dan bisa dipakai untuk data yang berskala nominal atau ordinal. Contoh statistik inferensial – non parametrik antara lain sign test, Mann-Whitnney U test, korelasi Spearman dan uji chi-square. Uji Chi-square adalah non para metric test yang digunakan untuk mengetahui perbedaan secara significant frekuensi observasi dan frekuensi secara teori, biasanya untuk menguji hipotesa. Contoh statistik inferensial univariat – parametrik antara lain adalah t-test, Z test, korelasi pearson dan ANOVA. Anova digunakan untuk menguji perbedaan antara mean dan dipergunakan sebagai suatu indikasi untuk menolak atau menerima Ho. Contoh statistik inferensial multivariat adalah discriminat analysis, factor analysis, cluster analysis, dan multidimensional scaling.
Fase analisis dalam riset Kualitatif , meliputi : comprehending , synthesizing, theorizing dan recontextualizing. Comprehending, yaitu peneliti berusaha untuk memahami apa yang didapat dari data yang terkumpul dan mempelajari apa yang sebenarnya sedang berjalan. Peneliti dapat mempersiapkan atau memberikan penjelasan yang menyeluruh tentang fenomena yang ada dalam penelitian. Synthesizing, yaitu peneliti menggabungkan dan menyaring data yang terkumpul secara keseluruhan. Peneliti juga berusaha untuk menentukan bagaimana type dan variasi tang ada. Theorizing, yaitu fase dimana peneliti mensortir data yang ada secara sistematis. Peneliti berusaha membuat penjelasan alternative dari fenomena yang ada dalam penelitian dan mempertahankan penjelasan yang ada mereka miliki dengan data yang ada. Recontextualizing adalah peneliti berusaha mengembangkan teori yang sudah ada dan berusaha mencoba untuk mengaplikasikannya ke setting atau keadaan yang lain. Riset kualitatif di analisa dengan cara Analisa domain, taksonomi, komponensial, tema cultural, tema Kultural dan Komparasi Konstan (Grounded Theory Research. Analisa domain, berguna untuk mencari dan memperoleh gambaran umum atau pengertian yang bersifat secara mneyeluruh. Hasil yang diharapkan ialah pengertian di tingkat permukaan mengenai domain tertentu atau kategori-kategori konseptual. Analisa Taksonomi, didasarkan pada focus terhadap salah satu domain (struktur internal domain) dan pengumpulan hal-hal / elemen yang sama. Analisa Komponensial: analisa komponensial menekankan pada kontras antar elemen dalam suatu domain; hanya karakteristik-karaktersitik yang berbeda saja yang dicari. Analisa Tema Kultural: cara melakukan analisa tema kultural ialah dengan mencari benang merah yang ada yang dikaitkan dengan nilai-nilai, orientasi nilai, nilai dasar / utama, premis, etos, pandangan dunia dan orientasi kognitif. Analisa berpangkal pada pandangan bahwa segala sesuatu yang kita teliti pada dasarnya merupakan suatu yang utuh (keseluruhan), tidak terpecah-pecah; oleh karena itu peneliti dalam menganalisa data sebaiknya menggunakan pendekatan yang utuh (holistic approach). Analisa Komparasi Konstan (Grounded Theory Research): cara melakukan analisa komparasi konstan adalah sebagai berikut: mengumpulkan data untuk menyusun / menemukan suatu teori baru, berkonsentrasi pada deskripsi yang rinci mengenai sifat atau cirri dari data yang dikumpulkan untuk menghasilkan pernyataan teoritis secara umum, membuat hipotesa jalinan hubungan antara gejala yang ada, kemudian mengujinya dengan bagian data yang lain dan didasarkan dari akumulasi data yang telah dihipotesakan, peneliti mengembangkan suatu teori baru. Sedangkan cara menganalisa data riset kualitatif yang lain : Analisa data etnografis, yaitu dimulai pada saat peneliti terjun kelapangan secara terus nenerus peneliti mencari pola tingkah laku dan pemikiran dari para responden, membandingkan satu pola dengan pola yang lain dan menganalisa pola secara simultan. Analisa data phenomenology, yaitu analisa yng memberikan gambaran arti dari setiap pengalaman melalui identifikasi tema-tema esensial dan mencari pola-pola yang umum terjadi. Analisa data grounded teori, yaitu analisa ynag menggunakan metode perbandingan secara konstan, membandingkan elemen yang ada dalam satu sumber data didalam wawancara, analisa terus berjalan sampai semua konten dari setiap sumber sudah dibandingkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Perbedaan dalam fase analisis riset kuantitatif dan kualitatif adalah sifat data kuantitatif lebih mengutamakan perhitungan statistic, mengenai rata-rata, kecendrungan, arah, kemungkinan, ramalan, persentasi, indeks, perbandingan, jumlah dan lain-lain. Analisa dalam penelitian kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisa varian dan covarian, analisa faktor, regresi linear dan lain-lain. Sedangkan data-data kualitatif tidak bisa diukur dengan angka atau data yang tidak bisa diangkakan, hanya dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat atau gambar. Analisa data sudah dapat dilakukan semenjak data diperoleh di lapangan. Data diusahakan jangan sampai terkena bermacam-macam pengaruh, antara lain pikiran peneliti sehingga menjadi terpolusi. Apabila terlalu lama baru dianalisa maka data menjadi kadaluwarsa. Analisa data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru.
3.Bandingkan dan bedakan kedua abstrak diatas?
Di dalam sebuah riset, ada yang namanya abstrak. Abstrak yaitu penjabaran singkat tentang penelitian yang ada di awal artikel atau jurnal. Abstrak terdiri dari 100 sampai dengan 200 kata, yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan riset dan bagaimana implikasinya terhadap praktik keperawatan. Abstrak terbagi menjadi dua bagian, yaitu abstrak tradisional dan abstrak yang diperbaharui. Abstrak yang tradisional berisi tentang beberapa paragrap kesimpulan yang singkat mengenai gambaran keseluruhan dari penelitian. Abstrak yang sudah diperbaharui dalam bentuk yang lebih panjang dan informative, dengan memiliki judul yang spesipik, terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, hasil penelitian, kesimpulan dan kata kunci yang berdiri sendiri.
Abstrak 1 merupakan abstrak tradisional yang seharusnya berisi tentang beberapa paragraph kesimpulan yang singkat mengenai gambaran keseluruhan dari penelitian, walaupun pada abstrak 1 tidak menggambarkan secara keseluruhan dari pada penelitian, hanya kata kunci yang berdiri sendiri dan dijelaskan, sedangkan latar belakang, tujuan, metode, hasil dan kesimpulan tidak berdiri sendiri. Ada penjelasan tentang latar kelakang tetapi tidak jelas, peneliti mencantumkan hasil penelitian, tetapi tidak menjelaskan untuk apa penelitian/ tujuan tidak ada, kesimpulan di cantumkan tetapi tidak jelas, metode yang digunakan sudah dijelaskan. Secara umum isi abstrak 1 membingungkan dan tidak memberikan ringkasan utama dari laporan penelitian. Pada abstrak 2 merupakan abstrak yang sudah diperbaharui karena dalam bentuk yang lebih panjang dan lebih informative, dengan memiliki judul yang spesipik, terdiri dari latar belakang, tujuan, metode, hasil penelitian, kesimpulan dan kata kunci yang berdiri sendiri. Peneliti sudah menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, metode, hasil penelitian, kesimpulan dan kata kunci. Tetapi, penjelasan pertama peneliti bukan tentang latar belakang, melainkan tentang tujuan penelitian. Walaupun demikian, di bandingkan dengan abstrak 1, abstrak 2 secara keseluruhan lebih jelas, padat dan dapat menyajikan ringkasan tentang hasil penelitian.
Jadi, abstrak adalah informasi singkat dan padat tentang ringkasan hasil penelitian. Perbedaan abstrak 1 dengan abstrak 2 adalah, abstak 1 merupakan abstrak tradisional dan isi keseluruhan membingungkan dan tidak memberikan ringkasan utama dari laporan penelitian, sedangkan abstrak 2 merupaskan abstrak yang sudah di perbaharui secara keseluruhan lebih jelas, padat dan dapat menyajikan ringkasan tentang hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Dempsey P. A., & Dempsey A. D. (2002). Riset keperawata: Buku ajar dan latihan (4th ed.) (P. Wiyastuti, Trans.). Jakarta: EGC.
Nursalam, (2008). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam & Pariani, S. (2000). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta : Sagung Seto
Polit, D. F.,& Beck, C.T.(2006). Essential of nursing research: Methods, Appraisal, and Utilization (6th ed.).Philadelphia: Lippincott
School of Nursing UPH & Cath lab Siloam Hospital Kebon Jeruk Jakarta,SPK Sungailiat, SMP Air gegas, SDN 227 Nyelanding (Bangka)
Sabtu, 13 Desember 2008
Rabu, 03 Desember 2008
RISET KEPERAWATAN
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia. Prosentase penderita penyakit kardiovaskuler di Indonesia pada tahun 1995 adalah 25,4% kemudian meningkat menjadi 26,4% pada tahun 2001 (Depkes, 2001). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk yang menderita penyakit kardiovaskuler. Pengobatan terhadap penyakit kardiovaskuler sudah berlangsung lama. Salah satu pengobatan tersebut adalah dengan PCI (Percutaneous Coronary Intervention).
PCI adalah intervensi non bedah untuk organ jantung yang mengalami kerusakan terutama pada pembuluh darah koroner untuk revaskularisasi baik pada pasien dengan angina stabil maupun angina tidak stabil yang tidak berespon terhadap pengobatan. Intervensi ini dilakukan dengan cara memasukkan balon kateter ke dalam pembuluh darah koroner melalui arteri femoralis sebagai daerah penusukan pertama kali (Jones, 2006). Tindakan PCI ini merupakan salah satu pengalaman fisik seseorang untuk meningkatkan fungsi jantung secara khusus. Pengalaman ini tentunya akan melibatkan pasien secara fisiologis dan psikologis. Pada area penusukan tersebut terjadi inkontinuitas jaringan kulit atau tereksposnya faktor jaringan (baik jaringan kulit dan pembuluh darah), hal ini termasuk faktor ekstrinsik. Dilain pihak pasien-pasien jantung tersebut mendapatkan terapi anti koagulan dimana efeknya akan memperpanjang faktor koagulasi darah hal ini termasuk faktor intrinsik. Maka pada post PCI diperlukan adanya sebuah periode waktu untuk memulihkan kerusakan jaringan pada area penusukan yang juga diperlambat dengan koagulasi yang memanjang (Albert, et al, 2006).
Siloam Hospitals Lippo Karawaci (SHLK) merupakan salah satu rumah sakit yang sedang mengembangkan diri di bidang cardiology. SHLK juga menjadi tempat rujukan pasien dari rumah sakit lain untuk dilakukan PCI. Jumlah kunjungan pasien yang dilakukan PCI di ruang Intensive Coronary Care Unit (ICCU) SHLK adalah rata-rata 10-12 pasien setiap bulan. Seluruh pasien tersebut setelah dilakukan prosedur PCI akan di observasi di ICCU. Observasi yang dilakukan dengan cara tirah baring total dengan kaki yang dilakukan penusukan harus lurus selama enam jam karena pemulihan lapisan jaringan pembuluh darah arteri yang rusak akibat penusukan membutuhkan waktu selama enam jam dan mencegah terjadinya perdarahan.
I. 2 Masalah
Salah satu bagian dari prosedur setelah PCI adalah tidak boleh melipat kaki tempat penusukan jarum selama enam jam untuk mencegah terjadinya perdarahan, selain itu pasien juga harus tirah baring total selama enam jam. Masalah yang dialami pasien selama enam jam tersebut adalah kejenuhan. Walaupun informasi tentang prosedur PCI sebelum dan sesudah tindakan sudah diberikan tetapi hal tersebut tidak menolong pasien untuk mengatasi kejenuhan selama enam jam tersebut. Dari masalah tersebut maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimanakah hubungan terapeutik antara perawat dan pasien untuk menunjang pemberian intervensi keperawatan yang tepat dalam rentang waktu enam jam sehingga kejenuhan pasien dapat teratasi.
I. 3 Tujuan
Tujuan umum penelitian adalah adanya pernyataan dari pasien bahwa mereka tidak merasa jenuh selama enam jam tirah baring dengan kaki lurus setelah PCI. Tujuan khusus dari penelitian adalah untuk menemukan intervensi keperawatan yang tepat selama rentang waktu enam jam pada pasien setelah PCI, untuk membina hubungan terapeutik antara pasien dan perawat.
I. 4 Kerangka konsep
Kerangka konsep yang akan dipakai sebagai landasan masalah penelitian dan mendukung pelaksanaan penelitian adalah teori hubungan antar manusia dan teori tahap perkembangan.
I. 5. Pertanyaan riset
Pertanyaan riset yang akan dicari jawabannya adalah bagaimana pengalaman pasien selama waktu tunggu enam jam post PCI.
I. 6 Manfaat riset
1. Bagi rumah sakit
Untuk mengembangkan sarana bagi pasien sehingga meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
2. Bagi perawat
Sebagai masukan untuk dapat memberikan intervensi perawatan yang tepat bagi
pasien.
3. Bagi peneliti
Untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan riset
keperawatan.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II. 1 Kerangka Teori
Pada penelitian ini kerangka teori yang akan digunakan adalah teori persepsi dalam hal ini adalah persepsi pasien, teori hubungan antar manusia yaitu hubungan antara pasien dan perawat, serta patofisiologi terkait dengan waktu tunggu selama enam jam setelah tindakan PCI.
Persepsi adalah proses timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Hal tersebut meliputi bagaimana manusia mengorganisasikan, menginterpretasikan dan mengubah data sensori dan memori menjadi sebuah informasi. Pengertian ini didasarkan pada teori Imogene M. King tentang konseptual sistem dan teori pencapaian tujuan dan proses timbal balik (McEwen, 2007). Jadi setelah dilakukan prosedur PCI pasien akan mengalami proses tersebut sehingga muncullah persepsi pasien tentang pengalaman yang diperoleh baik dari sensori pendengaran maupun penglihatan. Pengalaman yang diperoleh melalui sensori pendengaran misalnya suara perawat dan dokter, bunyi alarm monitor ECG, dan alat invasif lain yang digunakannya ataupun yang digunakan pasien lain di ruangan ICCU.
Hubungan antara manusia dengan manusia lainnya merupakan salah satu objek keperawatan, dimana hubungan ini dipaparkan lebih jauh oleh Travelbee (1969) sebagai hubungan antara pasien dan perawat yang bertolak ukur dari kesan pertama mereka saling bertemu dan adanya kemungkinan mengembangkannya menjadi sebuah kebutuhan akan adanya hubungan terapeutik (Tomey, 1994).
Fase simpati muncul pada saat perawat ingin mengurangi penderitaan pasien. Sedangkan empati adalah kemampuan untuk berbagi mengenai pengalaman seseorang dalam hal ini adalah pasien. Hasil dari proses empati ini adalah mampu memprediksikan prilaku pasien tersebut. Pada proses memunculkan identitas adalah fase dimana masing-masing perawat dan pasien saling mempersepsikan dirinya sebagai individu yang unik sehingga sebuah ikatan mulai terbentuk. Sedangkan pada fase pertemuan pertama adalah fase dimana perawat dan pasien saling mempersepsikan satu sama lainnya berdasarkan peran masing-masing.
Setelah pasien dilakukan tndakan PCI, pasien harus menjalani tirah baring selama 6 jam. Pada daerah penusukan tersebut terjadi kerusakan inkontinuitas jaringan kulit atau tereksposnya faktor jaringan (baik jaringan kulit dan pembuluh darah), hal ini termasuk faktor ekstrinsik. Pasien tersebut juga mendapatkan terapi anti koagulan dimana efeknya akan memperpanjang faktor koagulasi darah, hal ini termasuk faktor intrinsik. Maka pada post PCI diperlukan adanya sebuah periode waktu untuk memulihkan kerusakan jaringan pada area penusukan yang juga diperlambat dengan koagulasi yang memanjang untuk mencegah terjadinya perdarahan post prosedur PCI. (Albert, et al, 2006).
II. 2. Review literatur
II. 3. Kesimpulan
Bab III
Metodologi penelitian
III. 1. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah phenomenology dengan jenis deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tentang fenomena yang terjadi pada partisipan yang mempunyai pengalaman menjalani waktu tunggu selama enam jam setelah PCI. Pengambilan data akan dilakukan selama 14 hari
III. 2. Pertimbangan etika
Penelitian ini akan melibatkan partisipan yang akan mengungkapkan pengalaman mereka selama waktu tunggu enam jam setelah PCI, dimana partisipan adalah pasien yang terdaftar di Siloam Hospitals Lippo Karawaci sehingga peneliti harus menjaga kerahasiaaan identitas partisipan. Sebelum melakukan wawancara, peneliti akan meminta persetujuan secara lesan dan tertulis kepada partisipan dan keluarga.
III. 3. Populasi dan sampel
Target populasi yang menjadi sasaran penelitian adalah pasien yang pernah menjalani prosedur PCI pada enam bulan terakhir di Siloam Hospitals Lippo Karawaci, usia 40-65 tahun ke atas, jenis kelamin laki-laki atau perempuan
III. 4. Instrumen
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengukuran melalui wawancara yang tidak terstruktur dengan jenis wawancara fokus interview. Dalam fokus interview peneliti akan memberikan pertanyaan untuk mendorong partisipan mengungkapkan perasaan dan emosinya secara terbuka tentang pengalaman selama waktu tunggu enam jam setelah tindakan PCI. Jadi pertanyaan yang diajukan tidak hanya sekedar menjawab pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak.
III. 5. Pengumpulan data/ prosedur
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Pengumpulan data melalui wawancara partisipan
III. 6. Rencana analisa data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data dari hasil wawancara dengan partisipan untuk menemukan tema atau kategori pengalaman yang dipandang dari perspektif partisipan. Wawancara akan dilakukan kepada partisipan secara terpisah antara satu dengan yang lainnya mengenai pengalaman selama waktu tunggu enam jam setelah PCI. Unsur-unsur yang terlibat dalam keberhasilan adalah partisipan kooperatif sehingga akan mengungkapkan pengalamannya tersebut kepada peneliti. Disini peneliti akan menggunakan penafsiran hasil dari wawancara sebagai sumber analisa data. Setiap jawaban akan diseleksi dan penggabungan jawaban partisipan akan menghasilkan pemahaman tentang perasaan partisipan selama waktu tunggu 6 jam post PCI.
III. 7. Keterbatasan.
Penelitian ini merupakan pertama kalinya dilakukan oleh peneliti sehingga kurang berpengalaman atau kurang keterampilan dalam mengumpulkan data sehingga berdampak terhadap data yang terkumpul yang akan mempengaruhi hasil analisa. Peneliti kurang melakukan interaksi kepada partisipan sehingga informasi yang diterima dari partisipan kurang akurat.
Keterbatasan pada disain yang digunakan adalah .............................keterbatasan metode penelitian kualitatif adalah...............................................
I.1 Latar belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia. Prosentase penderita penyakit kardiovaskuler di Indonesia pada tahun 1995 adalah 25,4% kemudian meningkat menjadi 26,4% pada tahun 2001 (Depkes, 2001). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk yang menderita penyakit kardiovaskuler. Pengobatan terhadap penyakit kardiovaskuler sudah berlangsung lama. Salah satu pengobatan tersebut adalah dengan PCI (Percutaneous Coronary Intervention).
PCI adalah intervensi non bedah untuk organ jantung yang mengalami kerusakan terutama pada pembuluh darah koroner untuk revaskularisasi baik pada pasien dengan angina stabil maupun angina tidak stabil yang tidak berespon terhadap pengobatan. Intervensi ini dilakukan dengan cara memasukkan balon kateter ke dalam pembuluh darah koroner melalui arteri femoralis sebagai daerah penusukan pertama kali (Jones, 2006). Tindakan PCI ini merupakan salah satu pengalaman fisik seseorang untuk meningkatkan fungsi jantung secara khusus. Pengalaman ini tentunya akan melibatkan pasien secara fisiologis dan psikologis. Pada area penusukan tersebut terjadi inkontinuitas jaringan kulit atau tereksposnya faktor jaringan (baik jaringan kulit dan pembuluh darah), hal ini termasuk faktor ekstrinsik. Dilain pihak pasien-pasien jantung tersebut mendapatkan terapi anti koagulan dimana efeknya akan memperpanjang faktor koagulasi darah hal ini termasuk faktor intrinsik. Maka pada post PCI diperlukan adanya sebuah periode waktu untuk memulihkan kerusakan jaringan pada area penusukan yang juga diperlambat dengan koagulasi yang memanjang (Albert, et al, 2006).
Siloam Hospitals Lippo Karawaci (SHLK) merupakan salah satu rumah sakit yang sedang mengembangkan diri di bidang cardiology. SHLK juga menjadi tempat rujukan pasien dari rumah sakit lain untuk dilakukan PCI. Jumlah kunjungan pasien yang dilakukan PCI di ruang Intensive Coronary Care Unit (ICCU) SHLK adalah rata-rata 10-12 pasien setiap bulan. Seluruh pasien tersebut setelah dilakukan prosedur PCI akan di observasi di ICCU. Observasi yang dilakukan dengan cara tirah baring total dengan kaki yang dilakukan penusukan harus lurus selama enam jam karena pemulihan lapisan jaringan pembuluh darah arteri yang rusak akibat penusukan membutuhkan waktu selama enam jam dan mencegah terjadinya perdarahan.
I. 2 Masalah
Salah satu bagian dari prosedur setelah PCI adalah tidak boleh melipat kaki tempat penusukan jarum selama enam jam untuk mencegah terjadinya perdarahan, selain itu pasien juga harus tirah baring total selama enam jam. Masalah yang dialami pasien selama enam jam tersebut adalah kejenuhan. Walaupun informasi tentang prosedur PCI sebelum dan sesudah tindakan sudah diberikan tetapi hal tersebut tidak menolong pasien untuk mengatasi kejenuhan selama enam jam tersebut. Dari masalah tersebut maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah bagaimanakah hubungan terapeutik antara perawat dan pasien untuk menunjang pemberian intervensi keperawatan yang tepat dalam rentang waktu enam jam sehingga kejenuhan pasien dapat teratasi.
I. 3 Tujuan
Tujuan umum penelitian adalah adanya pernyataan dari pasien bahwa mereka tidak merasa jenuh selama enam jam tirah baring dengan kaki lurus setelah PCI. Tujuan khusus dari penelitian adalah untuk menemukan intervensi keperawatan yang tepat selama rentang waktu enam jam pada pasien setelah PCI, untuk membina hubungan terapeutik antara pasien dan perawat.
I. 4 Kerangka konsep
Kerangka konsep yang akan dipakai sebagai landasan masalah penelitian dan mendukung pelaksanaan penelitian adalah teori hubungan antar manusia dan teori tahap perkembangan.
I. 5. Pertanyaan riset
Pertanyaan riset yang akan dicari jawabannya adalah bagaimana pengalaman pasien selama waktu tunggu enam jam post PCI.
I. 6 Manfaat riset
1. Bagi rumah sakit
Untuk mengembangkan sarana bagi pasien sehingga meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.
2. Bagi perawat
Sebagai masukan untuk dapat memberikan intervensi perawatan yang tepat bagi
pasien.
3. Bagi peneliti
Untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dalam melakukan riset
keperawatan.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
Bab II
Tinjauan Pustaka
II. 1 Kerangka Teori
Pada penelitian ini kerangka teori yang akan digunakan adalah teori persepsi dalam hal ini adalah persepsi pasien, teori hubungan antar manusia yaitu hubungan antara pasien dan perawat, serta patofisiologi terkait dengan waktu tunggu selama enam jam setelah tindakan PCI.
Persepsi adalah proses timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Hal tersebut meliputi bagaimana manusia mengorganisasikan, menginterpretasikan dan mengubah data sensori dan memori menjadi sebuah informasi. Pengertian ini didasarkan pada teori Imogene M. King tentang konseptual sistem dan teori pencapaian tujuan dan proses timbal balik (McEwen, 2007). Jadi setelah dilakukan prosedur PCI pasien akan mengalami proses tersebut sehingga muncullah persepsi pasien tentang pengalaman yang diperoleh baik dari sensori pendengaran maupun penglihatan. Pengalaman yang diperoleh melalui sensori pendengaran misalnya suara perawat dan dokter, bunyi alarm monitor ECG, dan alat invasif lain yang digunakannya ataupun yang digunakan pasien lain di ruangan ICCU.
Hubungan antara manusia dengan manusia lainnya merupakan salah satu objek keperawatan, dimana hubungan ini dipaparkan lebih jauh oleh Travelbee (1969) sebagai hubungan antara pasien dan perawat yang bertolak ukur dari kesan pertama mereka saling bertemu dan adanya kemungkinan mengembangkannya menjadi sebuah kebutuhan akan adanya hubungan terapeutik (Tomey, 1994).
Fase simpati muncul pada saat perawat ingin mengurangi penderitaan pasien. Sedangkan empati adalah kemampuan untuk berbagi mengenai pengalaman seseorang dalam hal ini adalah pasien. Hasil dari proses empati ini adalah mampu memprediksikan prilaku pasien tersebut. Pada proses memunculkan identitas adalah fase dimana masing-masing perawat dan pasien saling mempersepsikan dirinya sebagai individu yang unik sehingga sebuah ikatan mulai terbentuk. Sedangkan pada fase pertemuan pertama adalah fase dimana perawat dan pasien saling mempersepsikan satu sama lainnya berdasarkan peran masing-masing.
Setelah pasien dilakukan tndakan PCI, pasien harus menjalani tirah baring selama 6 jam. Pada daerah penusukan tersebut terjadi kerusakan inkontinuitas jaringan kulit atau tereksposnya faktor jaringan (baik jaringan kulit dan pembuluh darah), hal ini termasuk faktor ekstrinsik. Pasien tersebut juga mendapatkan terapi anti koagulan dimana efeknya akan memperpanjang faktor koagulasi darah, hal ini termasuk faktor intrinsik. Maka pada post PCI diperlukan adanya sebuah periode waktu untuk memulihkan kerusakan jaringan pada area penusukan yang juga diperlambat dengan koagulasi yang memanjang untuk mencegah terjadinya perdarahan post prosedur PCI. (Albert, et al, 2006).
II. 2. Review literatur
II. 3. Kesimpulan
Bab III
Metodologi penelitian
III. 1. Desain penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah phenomenology dengan jenis deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan tentang fenomena yang terjadi pada partisipan yang mempunyai pengalaman menjalani waktu tunggu selama enam jam setelah PCI. Pengambilan data akan dilakukan selama 14 hari
III. 2. Pertimbangan etika
Penelitian ini akan melibatkan partisipan yang akan mengungkapkan pengalaman mereka selama waktu tunggu enam jam setelah PCI, dimana partisipan adalah pasien yang terdaftar di Siloam Hospitals Lippo Karawaci sehingga peneliti harus menjaga kerahasiaaan identitas partisipan. Sebelum melakukan wawancara, peneliti akan meminta persetujuan secara lesan dan tertulis kepada partisipan dan keluarga.
III. 3. Populasi dan sampel
Target populasi yang menjadi sasaran penelitian adalah pasien yang pernah menjalani prosedur PCI pada enam bulan terakhir di Siloam Hospitals Lippo Karawaci, usia 40-65 tahun ke atas, jenis kelamin laki-laki atau perempuan
III. 4. Instrumen
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengukuran melalui wawancara yang tidak terstruktur dengan jenis wawancara fokus interview. Dalam fokus interview peneliti akan memberikan pertanyaan untuk mendorong partisipan mengungkapkan perasaan dan emosinya secara terbuka tentang pengalaman selama waktu tunggu enam jam setelah tindakan PCI. Jadi pertanyaan yang diajukan tidak hanya sekedar menjawab pertanyaan tertutup dengan jawaban ya atau tidak.
III. 5. Pengumpulan data/ prosedur
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Pengumpulan data melalui wawancara partisipan
III. 6. Rencana analisa data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data dari hasil wawancara dengan partisipan untuk menemukan tema atau kategori pengalaman yang dipandang dari perspektif partisipan. Wawancara akan dilakukan kepada partisipan secara terpisah antara satu dengan yang lainnya mengenai pengalaman selama waktu tunggu enam jam setelah PCI. Unsur-unsur yang terlibat dalam keberhasilan adalah partisipan kooperatif sehingga akan mengungkapkan pengalamannya tersebut kepada peneliti. Disini peneliti akan menggunakan penafsiran hasil dari wawancara sebagai sumber analisa data. Setiap jawaban akan diseleksi dan penggabungan jawaban partisipan akan menghasilkan pemahaman tentang perasaan partisipan selama waktu tunggu 6 jam post PCI.
III. 7. Keterbatasan.
Penelitian ini merupakan pertama kalinya dilakukan oleh peneliti sehingga kurang berpengalaman atau kurang keterampilan dalam mengumpulkan data sehingga berdampak terhadap data yang terkumpul yang akan mempengaruhi hasil analisa. Peneliti kurang melakukan interaksi kepada partisipan sehingga informasi yang diterima dari partisipan kurang akurat.
Keterbatasan pada disain yang digunakan adalah .............................keterbatasan metode penelitian kualitatif adalah...............................................
Case Study
SOPIAN HADI
50220060023
PERTANYAAN 1
Pak bambang masuk rumah sakit melalui unit gawat darurat pada pukul 22.15, tanggal 16 April dengan keluhan appendicitis. Lalu ia di bawa keruang operasi untuk menjalani appendiktomi pada pukul 08.00, tanggal 7 April.
Tiga puluh enam (36) jam pasca operasi, pak Bambang sudah bisa makan makanan lunak, tidak ada mual atau pun muntah. Bising usus terdengar dan ia minum cukup. Nyeri pada abdomen nya dikontrol dengan baik dengan minum panadol teratur dan sekarang ia berjalan keliling ruangan dengan mandiri.
Pasien terpasang IV untuk hidrasinya, yang akan berakhir beberapa waktu menjelang hari ini dan akan menerima dosis terakhir antibiotik prpfilaksis IV nya pada pukul 12.00.
Observasi akan dilakukan setiap 4 jam dan sesuai kebutuhan, tanda vital yamng terakhir di catat pada pukul 18.00 sebagai berikut :
T : 36,5
Nadi : 80 teratur
RR : 16 kali/ menit
BP : 110/65 mmHg
Anda masuk kekamar pak Bambang, ia terbaring ditempat tidurnya dan mengatakan kepada anda tentang rasa nyeri dada yang ia rasakan dan kesulitan bernafas. Ia mengatakan nyerinya semakin menjadi pada saat menarik nafas.
1. Berdasarkan prioritas, deskripsikan bagaimana anda akan mengkaji pak Bambang dan jelaskan rasional untuk pendekatan yang anda lakukan?
Pengkajian nyeri dengan mengacu pada metode P (provokasi/paliasi), Q (kualitas), R (radiasi), S (severity), T (waktu), karena nyeri adalah pengalaman subjektif seseorang. Pengkajian pertama adalah kita harus mengetahui aktivitas atau hal-hal apa yang meningkatkan & mengurangi nyeri yang dialami. Nyeri yang dialami pak Bambang bahwa aktivitas yang mambuat makin nyeri adalah pada saat menarik napas dan yang menguranginya adalah pada saat beristirahat. Yang kedua adalah mengkaji tentang aktivitas nyeri yang dialami pak bambang adalah rasa nyeri dan kesulitan saat bernapas. Yang ketiga adalah mengkaji penyebaran rasa sakit yang dialaminya, dalam hal ini pak bambang tidak mengalami penyebaran nyeri. Keempat, mengkaji keparahan dari pada nyeri dengan menggunakan rentang skala nyeri 0-10 untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dialami oleh pak bambang, dengan mejelaskan dan bertanya kepada pak bambang tentang skala nyeri 0 (tidak nyeri) dan 10 (amat sangat nyeri), pada saat pengkajian pak bambang mengalami rasa nyeri pada waktu beristirahat yaitu 36 jam setelah pasca operasi, kelima, mengkaji dengan bertanya, apakah nyeri menetap selama berjam-jam atau hilang timbul. Adapun rasional dari pengkajian rasa nyeri menggunakan metode P, Q, R, S, T adalah untuk mengetahui dan dapat menerapkan intervensi yang tepat untuk pak bambang.
2. Dengan menggunakan patofisiologi sebagai dasar memahami tanda dan gejala yang dialami pak Bambang, jelaskan secara rinci 2 (dua) intervensi keperawatan yang akan membantu dalam meningkatkan pemberian oksigen pada pak bambang. Jelaskan rasional untuk jawaban anda?
Patofisiologi
Immobilisasi yang lama, melambatnya aliran darah dalam vena atau hiperkoagulabili tas akibat pelepasan tromboplastin jaringan setelah pembedahan, akan menciptakan sebuah thrombus yang akan menyumbat sebagian/ seluruh arteri pulmonal, alveolar membesar meski terus mendapatkan ventilasi, menerima sekit aliran darah atau tidak sama sekali, selain itu sejumlah substansi yang dilepaskan dari bekuan menyebabkan pembuluh darah & bronkiolus berkontraksi, reaksi ini dibarengi ketidakseimbangan ventilasi – perfusi sehingga tidak ada pertukaran gas yang terjadi dan mengkibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2 (hipoksemia), untuk mengatasi hal itu intervensi pertama adalah pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul atau masker yang bertujuan dengan pemberian terapi oksigen akan meningkatkan konsentrasi oksigen & mengurangi kerja pernafasan.Istirahat untuk mengurangi kerja otot pernapasan sehingga mengurangi peningkatan kebutuhan oksigen serta menurunkan kebutuhan darah ke perifer. Pemberian medikasi yaitu pemberian analgetik anti inflamatori untuk mengurangi peradangan paru dan rasa nyeri dan ketidaknyamanan, pemberian antikoagulan diberikan untuk menghambat pembentukan bekuan darah yang baru, pemberian trombolitik yaitu digunakan untuk mempertahankan perubahan dari plasminogen ke plasmin untuk mencegah trombus vena.
3. Diskusikan dasar patofisiologis untuk menegakkan diagnosa potensial bagi pak Bambang?
Berdasarkan tanda dan gejala serta riwayat yang dialami oleh pak bambang menegaskan bahwa ketika pasien dengan post operatif tiba-tiba mengalami nyeri dada dan diagnosa yang pertama kali dicurigai adalah pulmonary embolism, karena proses pembedahan yang dialami pak bambang dapat menimbulkan terjadinya emboli berupa bekuan darah, akibat terbentuknya trombus dikarenakan adanya injuri pada sel endothelia, kedua adalah terjadinya vena statis yang dikarenakan immobilisasi yang terlalu lama post operasi, ketiga adanya prosedur pemasangan dan pemberian obat melalui alat invasif yang bisa membuat air bubble sehingga menyebabkan emboli. Ketiga tadi dapat menimbulkan suatu bekuan yang berasal dari darah maupun dari udara yang akhirnya membentuk formasi trombus yang dapat menghambat sebagian besar dari paru, hal ini menimbulkan hambatan pada bagian dari sirkulasi paru yang kemudian menyebabkan vasokontriksi, penurunan surfaktan, pelepasan neuro hormonal dan substansi inflamatori seperta serotonin, histamin, endotelin dan leukotrienes sehingga menimbulkan vasokontriksi yang menghalangi aliran darah keparu sehingga terjadi hemodinamik yang dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan kodisi tersebut dapat menyababkan gagal jantung kanan. Tidak adanya aliran darah keparu akan mengakibatkan ventilasi atau perfusi mismatch atau meningkatnya death space yang menurunkan produksi surfaktan yang dapat menyebabkan hipoksemia. yang akhirnya menimbulkan gejala seperti nyeri dada tiba-tiba, peningkatan death space, dypsnoe, tachypnoe, V/Q imbalance dan penurunan PaO2.
Pak bambang kemudian diberikan infus heparin 50.000 unit dalam volume total 500 ml Dextrose 5%. Infus ini akan dimulai dengan kecepatan 21 ml/ jam dan dititrasi setiap 4 jam, bergantung kepada hasil APTT. Sebuah kantong berisi 500 ml Dextrose 5% disedeiakan sebagai perrsediaan, begitu juga heparin dalam 25.000 unit dalam vial ukuran 25 ml.
4. Diskusikan proferty/ kandungan farmakologi heparin dan jelaskan dengan terinci dosis, kerja, pemberian dan komplikasi potensialnya?
Mekanisme kerja heparin
Heparin adalah salah satu golongan obat antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini heparin diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, menghambat terbentuknya fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi insiden tromboemboli. Oleh karena itu sangat diperlukan obat antikoagulan untuk menghambat pembentukan emboli baru. Dalam hal ini pak bambang perlu diberikan heparin yang mengandung suatu campuran heterogen dari mucopolisakarida bersulfat. Zat ini disintesis didalam sel mast dan terutama banyak terdapat diparu. Karena heparin mempunyai mekanisme kerja yaitu mengikat anti trombin III membentuk komplek yang berafinitas lebih besar dari antitrombin III. Antitrombin menghambat protease faktor pembekuan dengan membentuk kompleks ekimolar yang stabil. Bila tidak ada heparin maka reaksi tadi akan berjalan lambat sebaliknya kalau ada heparin maka kecepatannya akan meningkat seribu kali lipat, molekul heparin aktif terikat erat pada anti trombin dan menyebabkan suatu perubahan konformational. Perubahan ini membuat anti trombin berinteraksi lebih cepat dengan protease.
Heparin mengatalisis reaksi anti trombin- protease tanpa dikonsumsi sekali komplek anti trombin protease terbentuk heparin akan dilepas secara utuh untuk kembali mengikat anti trombin lebih banyak lagi. yang berulang dan terbentuk dari asam D-glukosamin-L-iduronat dan asam D-glukosamin-L-glukoronat fraksi dengan berat molekul tinggi heparin dengan afinitas kuat menghambat koagulasi darah dengan jelas.
Farmakokinetik heparin
Heparin tersedia sebagai larutan sebagai larutan untuk pamakaian parenteral dengan kekuatan 1000-40.000 U / ml dan sebagai respositori atau depot heparin dengan kekuatan 20.000-40.000 U/ml. pemberian IV pada orang dewasa biasanya dimulai dengan 5000 U dan selanjutnya 5000-10.000 U untuk tiap 4-6 jam tergantung dari respon dan berat badan pasien yang akan mempengaruhi waktu paruhnya. Suntikan IV 100, 400, 800 U / Kg BB memiliki masa paruh masing- masing 1, 2,5 dan 5 jam. Mas paruh tersebut kemungkinan dapat memendek pada pasien dengan emboli paru, jadi pak Bambang memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi.
Pada infus IV untuk orang dewasa adalah 20.000-40.000 U dilarutkan dalam satu liter larutan glukosa 5% atau nacl 0.9% dan diberikan dalam 24 jam.
Efek samping yang ditimbulkan adalah perdarahan, efek antikoagulan juga harus dipantau dengan tes pembekuan darah yaitu actifated partial tromboplastin time (APTT). Efek samping lainnya, reaksi hipersensitifitas antara lain menggigil,demam urtikaria atau syok anafilaksis pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi myalgia, nyeri tulang dan osteoporosis kadang kadang dapat juga terjadi alopesia sementara dan perasaan panas pada kaki.
5. Hitung volume heparin yang akan digunakan?
Dosis obat yang diminta dibagi dengan dosis sediaan dikali volume sediaan
50.000 : 25.000 x 25 ml = 50 ml
Jadi volume heparin yang akan di gunakan adalah 50 ml.
6. Jelaskan bagaimana anda mempersiapkan infus heparin untuk mencapai volume total 500 ml?
1. Siapkan heparin sesuai dosis yang akan diberikan ( 50.000 U dalam 50 ml ).
2. Persiapkan dextrose 5% 500 ml dibuang 50 ml, setelah itu masukan heparin 50 ml ( 50.000 U )
7. Hitung berapa banyak unit heparin yang terdapat dalam 1 ml infus?
Rumus: volume yang diminta dibagi dengan volume yang ada, dikali dengan dosis yang diperlukan. 1 ml dibagi dengan 500 ml dikali dengan 50.000 = 100 U / 1 ml.
8. Diskusikan hubungan antar hasil APTT dengan dosis heparin?
APTT ( aktifated partial tromboplastin time) yaitu suatu tes pembekuan darah yang mempunya nilai normal 24-45 detik dimana fungsi tes APTT tersebut untuk mengetahui faktor- faktor pembekuan darah, dimana heparin ini mempengaruhi faktor pembekuan darah yaitu protombin. Fungsi dilakukan tes APTT karena kadar heparin akan memperpanjang waktu tromboplastin partial menjadi 2-2.5 kali waktu kontrol maka nilai APTT harus diukur tepat sebelum pemberiuan dosis heparin berikutnya sehingga nilai APTT 2-2.5 dari nilai kontrol tetap dapat dipertahankan.
PERTANYAAN 2
Pan Ande masuk bangsal perawatan untuk menjalani prostatektomi retropubik radikal.
Dari riwayat medisnya diketahui bahwa 3 tahun yang lalu dia didiagnosis memiliki gejala gangguan traktus perkemihan bawah, yang meliputi disuria, aliran kemih yang lemah, air kemih lama keluar dan tidak lancar, yang diikuti pengeluaran tetesan air kemih.
Pemeriksaan rectum & PSA 12,5 ng/ml, dia didiagnosa dengan BPH. Penatalaksanaan awal meliputi “menunggu dengan bersiaga” dan penggunaan tamsulosin. Akan tetapi pak Ande merasa sangat sulit mengatasi gejala tersebut dan mengalami TURP, sekarang PSA lagi meningkat 27,5 ng/ml, biopsy prostat menunjukkan ia menderita adenokarsinoma, ini alas an mengapa ia dirawat.
1. Definisikan BPH dan dikusikan patofisiologi yang melatar belakangi gejala LUTS yang dialami pak Ande?
BENIGN PROSTATIC HIPERPLASIA (BPH), adalah pembesaran dari jaringan epithelial dan stromal cell yang bermula diarea periurethral. Hiperplasia dapat simetris atau asimetris dan menyebar dalam jangka waktu yang lama, biasanya meningkat dengan bertambahnya usia, BPH tidak ganas dan terjadi pada laki-laki usia diatas 50 tahun.
Patofisiologi
Penuaan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan hormon endokrin & akan mengakumulasi di hidrotestoteron yang dapat menstimulasi kerja estrogen dan lokal growth hormon meningkat sehingga merangsang terjadinya hiperplasia jaringan prostat yang dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada uretral, obstruksi membuat disuria, aliran kemih yang lemah, air kemih lama keluar, tidak lancar dan pengeluaran air kemih yang terus menetes. Gejala tersebut terjadi akibat adanya tahanan mekanik dan efek spastik dari BPH terhadap prostatik urethra, adanya tekanan pada intravesikal selama pengosongan sehingga kandung kemih terasa penuh. Jika terus-menerus terjadi akan mengakibatkan kelemahan pada otot destrusor pada kandung kemih, karena adanya kelemahan otot tersebut mengakibatkan akumulasi urin dalam bladder sehingga dapat juga pada pasien BPH mengeluh nyeri dan tidak nyaman pada epigastrik yang disertai dengan keletihan, anoreksia, mual dan muntah.
2. Diskusikan penatalaksanaan non pembedahan terhadap kondisi pak ande untuk memperbaharui dan memberi rasional untuk penatalaksanaan strategi yang telah digunakan.
a. Observasi watchful waiting, observasi saja tanpa pengobatan, mengurangi minum setelah makan malam agar tidak terjadi nokturia, mengurangi kopi dan tidak minum alkohol untuk menghindari bak yang sering, dan control tiap 3 bulan untuk periksa scoring, uroflowmetri dan TRUS.
b. Obat penghambat adrenoreceptor alfa seperti tamsulosin, digunakan untuk merileksasi otot polos dari bladder dan prostat sehingga dapat mengurangi tahanan yang ditimbulkan dan akan mengurangi tahanan dengan melancarkan aliran urin sehingga akan mempermudah pengosongan bladder pada uretra.
c. Therapi anti androgen (flutamide), yang bekerja dengan menekan produksi luteinizing hormone (LH) agar membuat atrofi prostate.
d. Penghambat enzim 5 Alfa reduktase (finasteride atau proscar), efek farmakologi obat ini menurunkan kadar dehydrotestosteron (DHT) dengan cara menghambat aktifitas enzim 5 alfa reduktase yang mengubah testosterone menjadi DHT.
e. Catheter ultra permanent, yang ditempatkan pada urethra pars prostatika.
f. Transurethral microwave thermotherapy (TUMT), yaitu pemanansan prostate dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostate melalui antena yang di pasang pada ujung catheter dengan suhu 42-45 derajat Celcius agar terjadi koagulasi.
g. Transurethral ultrasound guided laser induced prostatektomi(TULIP), Yaitu menggunakan cahaya laser dengan bantuan USG
3. Diskripsikan tes diagnostik untuk hiperplasia prostatik, termasuk test untuk pengkajian fungsi ginjal dan kianker prostat yang dicurigai. Dalam jawaban anda identifikasi dengan jelas tujuan masing2 test, sensitifitas dan spesifitasnya.
1. USG Abdominal : melihat hidronefrosis, melihat ukuran prostat/ massa di ginjal & menghitung volume sisa urin setelah berkemih.
2. Kistoskopi, untuk menyingkirkan adanya divertikula kandung kemih, batu & tumor.
3. Uretrogram Retrograf dan pengukuran aliran urin yang penting untuk dilakukan.
4. Digital Rectal Examination (DRE) ini untuk mendeteksi dini kanker/ pembesaran hiperplastik prostat yang dapat diketahui apakah dia lembut atau dia pembesaran yang kuat pada lobus posterior dengan permukaan mukosa yang polos sehingga adapat dibedakan, karena apabila menggunakan palpasi prostat (secara manual) tidak bisa merefleksikan derajat dari BPH karena substansi portio dari pembesarannya itu berada di dalam intravesikular.
5. Trans Uretral Ultrasonografi (TURS) ini digunakan untuk menentukan volume dan residual urin pada bladder dan prostat.
6. Pemeriksaaan uroflowmetry, untuk mengukur pancaran urine waktu miksi. Angka normal pancaran normal rata-rata 10-12 ml/ detik, pancaran maksimal sampai dengan 20 ml/ detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik dan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.
7. Tes PSA yang merupakan tes tunggal untuk kanker yang mempunyai nilai prediksi yang paling tinggi. Nilai normalnya adalah 4-10 ng/ ml. PSA ini mempunyai nilai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi karena dapat memberikan informasi tentang lokasi dan ukuran massa dan peningkatan pada keganasan prostate.
8. Tes asam pospat prostate (PAP), mengetahui metastase ke ketulang.
9. Laboratorium : urine untuk melihat adanya infeksi, hematuria pyuria.
4. Apa perbedaan sel benigna prostat dan sel kanker prostat? Bagaimana ini dideteksi pada pak ande.
Sel prostatik benigna :
Pertumbuhan perlahan-lahan, dibungkus oleh kapsul, tidak invasive, terlihat seperti jaringan apabila menonjol, mitosis lambat,pembelahan sel jarang,tidak bermetastase.
Sel prostatik maligna :
1. Pertumbuhan cepat, tidak berkapsul, menginvasi jaringan dan struktur setempat, tidak bisa dibedakan antara jaringan dan sel kanker, mitosis tinggi,sel membelah dari secara terus-menerus,menyebar secara luas melalui pembuluh darah dan limpatik.Jika dilihat dari gejala-gejala yang dialami oleh pak Ande dan nilai PSA yang tinggi: 27,5 ng/ ml, pemeriksaan rectum dan jari dan hasil biopsy prostate yang menunjukkan adanya adenocarsinoma, hal tersebut menunjukkan sebagai tumor malignansi.
Kanker prostate adalah keganasan pada laki-laki yang perkembangan sel kanker dapat menyebar/ meluas ke urethra, leher kandung kemih dan vesikula seminalis, dan dapat juga menyebar ke jalur limfatik/ hematogen. Bagian yang paling sering terkena dari kanker prostate adalah saat metastase kelenjar limfe pelvis dan kerangka.
5. Jelaskan 4 prosedur untuk melepas jaringan prostat dan identifikasi manfaat dan resiko terhadap masing-masing?
Reseksi transuretral prostat (TUR atau TURP) adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi, instrumen bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra kedalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung, keuntungannya adalah menghindari insisi abdomen, lebih aman pada pasien resiko bedah, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat, angka morbiditas lebih rendah, menimbulkan sedikit nyeri, penyembuhan dari obstruksi prostat dapat dicegah lebih lama, disfungsi erektil jarang. kerugiannya adalah membutuhkan dokter bedah yang ahli, obstruksi kekambuhan trauma uretral dan dapat terjadi struktur, adanya perdarahan lama dapat terjadi, retrograf ejakulasi.
Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen, suatu insisi dibuat didalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas, keuntungannya sederhana, memberikan area eksplorasi yang lebih luas, memungkinkan pengangkatan kelenjar obstruksi lebih komplit, memungkinkan pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan. Kerugiannya yaitu membutuhkan pembedahan melalui kandung kemih, sulitnya mengontrol perdarahan, urin dapat bocor di sekitar tuba suprapubis, pemulihan mungkin akan lama dan tidak nyaman.
Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum, keuntungannya memberikan pendekatan anatomis langsung, memungkinkan drainage oleh bantuan garvitasi, terutama efektif untuk terapi kanker radikal, memungkinkan hemostatik dibawah penglihatan langsung, angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, ideal bagi pasien dengan prostat yang besar dan resiko bedah yang buruk. Kerugiannya impotensi dan inkontinensia.
Prostatektomi retropubis adalah teknik lain dari pembedahan suprapubik, dimana insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih, keuntungannya menghindari insisi kedalam kandung kemih, memungkinkan dokter bedah untuk melihat dan mengontrol perdarahan, periode pemulihan lebih singkat, kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit, kerugiannya tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan, insiden perdarahan akibat pleksus veriosa prostat meningkat.
Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara memasukan instrumen melalui uretra, insisi dibuat pada prostat uretra dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. keuntungannya TUIP dapat diindikasikan untuk kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram atau kurang), prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan, dan mempunyai angka komplikasi yang rendah, tidak ada erektil disfungsi ataupun retrograt ejakulation. Kerugiannya memerlukan cairan sementara untuk irigasi dan menghindari obstruksi, memerlukan kateter setelah prosedur.
6. Diskusikan penyuluhan pra operasi dan diskusikan efek pembedahan pada eliminasi urine dan fungsi seksual?
Pada pak Ande yang akan dilakukan prosedur pembedahan pasti akan mengalami rasa cemas terhadap prosedur pembedahan dan terhadap efek samping yang ditimbulkan dari proses pembedahan tersebut sehingga kita sebagai perawat perlu mengkaji dan menggali sumber rasa cemas yang dikhawatirkan oleh pak Ande, terlebih dahulu perawat membina hubungan saling percaya dengan tujuan pak Ande dapat mengungkapkan perasaan yang dialaminya, biasanya pada pasien yang mengalami pengangkatan prostat akan mengalami ketakutan berupa perubahan seksual dan eliminasi, maka perawat harus menjelaskan terlebih dahulu tentang proses pembedahan yang nanti akan dilakukan berupa tipe pembedahan, jenis anestesi yang akan digunakan dan jenis drainage yang akan dipakai, pada saat perawat menjelaskan, perawat dapat mengguankan alat bantu berupa gambar tentang sistem triway untuk irigasi kandung kemih. perawat juga harus menjelaskan tentang perubahan pola eliminasi yang akan di alami setelah prosedur tindakan, hal tersebut dikarenakan fossa prostat masih mengalami peradangan setelah pembedahan sehingga akan ada rasa berkemih tidak tuntas, dan hal ini akan kembali normal setelah 6-8minggu. Jelaskan juga pada pak Ande bahwa akan dapat mengalami perubahan disfungsi seksual yang kesemuanya itu hanya bersifat sementara karena adanya proses trauma pembedahan dan akan kembali normal setelah 6 - 8 minggu. Juga penting diberikan pendidikan tentang ambulasi dini untuk menghindari DVT atau bisa juga menghindari DVT dengan cara memasang stoking elastis sebelum pembedahan dan mengkaji skala nyeri 0 – 10 untuk membandingkan dengan rasa nyeri setelah pembedahan.
50220060023
PERTANYAAN 1
Pak bambang masuk rumah sakit melalui unit gawat darurat pada pukul 22.15, tanggal 16 April dengan keluhan appendicitis. Lalu ia di bawa keruang operasi untuk menjalani appendiktomi pada pukul 08.00, tanggal 7 April.
Tiga puluh enam (36) jam pasca operasi, pak Bambang sudah bisa makan makanan lunak, tidak ada mual atau pun muntah. Bising usus terdengar dan ia minum cukup. Nyeri pada abdomen nya dikontrol dengan baik dengan minum panadol teratur dan sekarang ia berjalan keliling ruangan dengan mandiri.
Pasien terpasang IV untuk hidrasinya, yang akan berakhir beberapa waktu menjelang hari ini dan akan menerima dosis terakhir antibiotik prpfilaksis IV nya pada pukul 12.00.
Observasi akan dilakukan setiap 4 jam dan sesuai kebutuhan, tanda vital yamng terakhir di catat pada pukul 18.00 sebagai berikut :
T : 36,5
Nadi : 80 teratur
RR : 16 kali/ menit
BP : 110/65 mmHg
Anda masuk kekamar pak Bambang, ia terbaring ditempat tidurnya dan mengatakan kepada anda tentang rasa nyeri dada yang ia rasakan dan kesulitan bernafas. Ia mengatakan nyerinya semakin menjadi pada saat menarik nafas.
1. Berdasarkan prioritas, deskripsikan bagaimana anda akan mengkaji pak Bambang dan jelaskan rasional untuk pendekatan yang anda lakukan?
Pengkajian nyeri dengan mengacu pada metode P (provokasi/paliasi), Q (kualitas), R (radiasi), S (severity), T (waktu), karena nyeri adalah pengalaman subjektif seseorang. Pengkajian pertama adalah kita harus mengetahui aktivitas atau hal-hal apa yang meningkatkan & mengurangi nyeri yang dialami. Nyeri yang dialami pak Bambang bahwa aktivitas yang mambuat makin nyeri adalah pada saat menarik napas dan yang menguranginya adalah pada saat beristirahat. Yang kedua adalah mengkaji tentang aktivitas nyeri yang dialami pak bambang adalah rasa nyeri dan kesulitan saat bernapas. Yang ketiga adalah mengkaji penyebaran rasa sakit yang dialaminya, dalam hal ini pak bambang tidak mengalami penyebaran nyeri. Keempat, mengkaji keparahan dari pada nyeri dengan menggunakan rentang skala nyeri 0-10 untuk mengetahui seberapa berat rasa nyeri yang dialami oleh pak bambang, dengan mejelaskan dan bertanya kepada pak bambang tentang skala nyeri 0 (tidak nyeri) dan 10 (amat sangat nyeri), pada saat pengkajian pak bambang mengalami rasa nyeri pada waktu beristirahat yaitu 36 jam setelah pasca operasi, kelima, mengkaji dengan bertanya, apakah nyeri menetap selama berjam-jam atau hilang timbul. Adapun rasional dari pengkajian rasa nyeri menggunakan metode P, Q, R, S, T adalah untuk mengetahui dan dapat menerapkan intervensi yang tepat untuk pak bambang.
2. Dengan menggunakan patofisiologi sebagai dasar memahami tanda dan gejala yang dialami pak Bambang, jelaskan secara rinci 2 (dua) intervensi keperawatan yang akan membantu dalam meningkatkan pemberian oksigen pada pak bambang. Jelaskan rasional untuk jawaban anda?
Patofisiologi
Immobilisasi yang lama, melambatnya aliran darah dalam vena atau hiperkoagulabili tas akibat pelepasan tromboplastin jaringan setelah pembedahan, akan menciptakan sebuah thrombus yang akan menyumbat sebagian/ seluruh arteri pulmonal, alveolar membesar meski terus mendapatkan ventilasi, menerima sekit aliran darah atau tidak sama sekali, selain itu sejumlah substansi yang dilepaskan dari bekuan menyebabkan pembuluh darah & bronkiolus berkontraksi, reaksi ini dibarengi ketidakseimbangan ventilasi – perfusi sehingga tidak ada pertukaran gas yang terjadi dan mengkibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2 (hipoksemia), untuk mengatasi hal itu intervensi pertama adalah pemberian terapi oksigen melalui nasal kanul atau masker yang bertujuan dengan pemberian terapi oksigen akan meningkatkan konsentrasi oksigen & mengurangi kerja pernafasan.Istirahat untuk mengurangi kerja otot pernapasan sehingga mengurangi peningkatan kebutuhan oksigen serta menurunkan kebutuhan darah ke perifer. Pemberian medikasi yaitu pemberian analgetik anti inflamatori untuk mengurangi peradangan paru dan rasa nyeri dan ketidaknyamanan, pemberian antikoagulan diberikan untuk menghambat pembentukan bekuan darah yang baru, pemberian trombolitik yaitu digunakan untuk mempertahankan perubahan dari plasminogen ke plasmin untuk mencegah trombus vena.
3. Diskusikan dasar patofisiologis untuk menegakkan diagnosa potensial bagi pak Bambang?
Berdasarkan tanda dan gejala serta riwayat yang dialami oleh pak bambang menegaskan bahwa ketika pasien dengan post operatif tiba-tiba mengalami nyeri dada dan diagnosa yang pertama kali dicurigai adalah pulmonary embolism, karena proses pembedahan yang dialami pak bambang dapat menimbulkan terjadinya emboli berupa bekuan darah, akibat terbentuknya trombus dikarenakan adanya injuri pada sel endothelia, kedua adalah terjadinya vena statis yang dikarenakan immobilisasi yang terlalu lama post operasi, ketiga adanya prosedur pemasangan dan pemberian obat melalui alat invasif yang bisa membuat air bubble sehingga menyebabkan emboli. Ketiga tadi dapat menimbulkan suatu bekuan yang berasal dari darah maupun dari udara yang akhirnya membentuk formasi trombus yang dapat menghambat sebagian besar dari paru, hal ini menimbulkan hambatan pada bagian dari sirkulasi paru yang kemudian menyebabkan vasokontriksi, penurunan surfaktan, pelepasan neuro hormonal dan substansi inflamatori seperta serotonin, histamin, endotelin dan leukotrienes sehingga menimbulkan vasokontriksi yang menghalangi aliran darah keparu sehingga terjadi hemodinamik yang dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonal dan kodisi tersebut dapat menyababkan gagal jantung kanan. Tidak adanya aliran darah keparu akan mengakibatkan ventilasi atau perfusi mismatch atau meningkatnya death space yang menurunkan produksi surfaktan yang dapat menyebabkan hipoksemia. yang akhirnya menimbulkan gejala seperti nyeri dada tiba-tiba, peningkatan death space, dypsnoe, tachypnoe, V/Q imbalance dan penurunan PaO2.
Pak bambang kemudian diberikan infus heparin 50.000 unit dalam volume total 500 ml Dextrose 5%. Infus ini akan dimulai dengan kecepatan 21 ml/ jam dan dititrasi setiap 4 jam, bergantung kepada hasil APTT. Sebuah kantong berisi 500 ml Dextrose 5% disedeiakan sebagai perrsediaan, begitu juga heparin dalam 25.000 unit dalam vial ukuran 25 ml.
4. Diskusikan proferty/ kandungan farmakologi heparin dan jelaskan dengan terinci dosis, kerja, pemberian dan komplikasi potensialnya?
Mekanisme kerja heparin
Heparin adalah salah satu golongan obat antikoagulan yang berfungsi untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas dasar ini heparin diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli, menghambat terbentuknya fibrin dan digunakan secara profilaktik untuk mengurangi insiden tromboemboli. Oleh karena itu sangat diperlukan obat antikoagulan untuk menghambat pembentukan emboli baru. Dalam hal ini pak bambang perlu diberikan heparin yang mengandung suatu campuran heterogen dari mucopolisakarida bersulfat. Zat ini disintesis didalam sel mast dan terutama banyak terdapat diparu. Karena heparin mempunyai mekanisme kerja yaitu mengikat anti trombin III membentuk komplek yang berafinitas lebih besar dari antitrombin III. Antitrombin menghambat protease faktor pembekuan dengan membentuk kompleks ekimolar yang stabil. Bila tidak ada heparin maka reaksi tadi akan berjalan lambat sebaliknya kalau ada heparin maka kecepatannya akan meningkat seribu kali lipat, molekul heparin aktif terikat erat pada anti trombin dan menyebabkan suatu perubahan konformational. Perubahan ini membuat anti trombin berinteraksi lebih cepat dengan protease.
Heparin mengatalisis reaksi anti trombin- protease tanpa dikonsumsi sekali komplek anti trombin protease terbentuk heparin akan dilepas secara utuh untuk kembali mengikat anti trombin lebih banyak lagi. yang berulang dan terbentuk dari asam D-glukosamin-L-iduronat dan asam D-glukosamin-L-glukoronat fraksi dengan berat molekul tinggi heparin dengan afinitas kuat menghambat koagulasi darah dengan jelas.
Farmakokinetik heparin
Heparin tersedia sebagai larutan sebagai larutan untuk pamakaian parenteral dengan kekuatan 1000-40.000 U / ml dan sebagai respositori atau depot heparin dengan kekuatan 20.000-40.000 U/ml. pemberian IV pada orang dewasa biasanya dimulai dengan 5000 U dan selanjutnya 5000-10.000 U untuk tiap 4-6 jam tergantung dari respon dan berat badan pasien yang akan mempengaruhi waktu paruhnya. Suntikan IV 100, 400, 800 U / Kg BB memiliki masa paruh masing- masing 1, 2,5 dan 5 jam. Mas paruh tersebut kemungkinan dapat memendek pada pasien dengan emboli paru, jadi pak Bambang memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi.
Pada infus IV untuk orang dewasa adalah 20.000-40.000 U dilarutkan dalam satu liter larutan glukosa 5% atau nacl 0.9% dan diberikan dalam 24 jam.
Efek samping yang ditimbulkan adalah perdarahan, efek antikoagulan juga harus dipantau dengan tes pembekuan darah yaitu actifated partial tromboplastin time (APTT). Efek samping lainnya, reaksi hipersensitifitas antara lain menggigil,demam urtikaria atau syok anafilaksis pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi myalgia, nyeri tulang dan osteoporosis kadang kadang dapat juga terjadi alopesia sementara dan perasaan panas pada kaki.
5. Hitung volume heparin yang akan digunakan?
Dosis obat yang diminta dibagi dengan dosis sediaan dikali volume sediaan
50.000 : 25.000 x 25 ml = 50 ml
Jadi volume heparin yang akan di gunakan adalah 50 ml.
6. Jelaskan bagaimana anda mempersiapkan infus heparin untuk mencapai volume total 500 ml?
1. Siapkan heparin sesuai dosis yang akan diberikan ( 50.000 U dalam 50 ml ).
2. Persiapkan dextrose 5% 500 ml dibuang 50 ml, setelah itu masukan heparin 50 ml ( 50.000 U )
7. Hitung berapa banyak unit heparin yang terdapat dalam 1 ml infus?
Rumus: volume yang diminta dibagi dengan volume yang ada, dikali dengan dosis yang diperlukan. 1 ml dibagi dengan 500 ml dikali dengan 50.000 = 100 U / 1 ml.
8. Diskusikan hubungan antar hasil APTT dengan dosis heparin?
APTT ( aktifated partial tromboplastin time) yaitu suatu tes pembekuan darah yang mempunya nilai normal 24-45 detik dimana fungsi tes APTT tersebut untuk mengetahui faktor- faktor pembekuan darah, dimana heparin ini mempengaruhi faktor pembekuan darah yaitu protombin. Fungsi dilakukan tes APTT karena kadar heparin akan memperpanjang waktu tromboplastin partial menjadi 2-2.5 kali waktu kontrol maka nilai APTT harus diukur tepat sebelum pemberiuan dosis heparin berikutnya sehingga nilai APTT 2-2.5 dari nilai kontrol tetap dapat dipertahankan.
PERTANYAAN 2
Pan Ande masuk bangsal perawatan untuk menjalani prostatektomi retropubik radikal.
Dari riwayat medisnya diketahui bahwa 3 tahun yang lalu dia didiagnosis memiliki gejala gangguan traktus perkemihan bawah, yang meliputi disuria, aliran kemih yang lemah, air kemih lama keluar dan tidak lancar, yang diikuti pengeluaran tetesan air kemih.
Pemeriksaan rectum & PSA 12,5 ng/ml, dia didiagnosa dengan BPH. Penatalaksanaan awal meliputi “menunggu dengan bersiaga” dan penggunaan tamsulosin. Akan tetapi pak Ande merasa sangat sulit mengatasi gejala tersebut dan mengalami TURP, sekarang PSA lagi meningkat 27,5 ng/ml, biopsy prostat menunjukkan ia menderita adenokarsinoma, ini alas an mengapa ia dirawat.
1. Definisikan BPH dan dikusikan patofisiologi yang melatar belakangi gejala LUTS yang dialami pak Ande?
BENIGN PROSTATIC HIPERPLASIA (BPH), adalah pembesaran dari jaringan epithelial dan stromal cell yang bermula diarea periurethral. Hiperplasia dapat simetris atau asimetris dan menyebar dalam jangka waktu yang lama, biasanya meningkat dengan bertambahnya usia, BPH tidak ganas dan terjadi pada laki-laki usia diatas 50 tahun.
Patofisiologi
Penuaan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan hormon endokrin & akan mengakumulasi di hidrotestoteron yang dapat menstimulasi kerja estrogen dan lokal growth hormon meningkat sehingga merangsang terjadinya hiperplasia jaringan prostat yang dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi pada uretral, obstruksi membuat disuria, aliran kemih yang lemah, air kemih lama keluar, tidak lancar dan pengeluaran air kemih yang terus menetes. Gejala tersebut terjadi akibat adanya tahanan mekanik dan efek spastik dari BPH terhadap prostatik urethra, adanya tekanan pada intravesikal selama pengosongan sehingga kandung kemih terasa penuh. Jika terus-menerus terjadi akan mengakibatkan kelemahan pada otot destrusor pada kandung kemih, karena adanya kelemahan otot tersebut mengakibatkan akumulasi urin dalam bladder sehingga dapat juga pada pasien BPH mengeluh nyeri dan tidak nyaman pada epigastrik yang disertai dengan keletihan, anoreksia, mual dan muntah.
2. Diskusikan penatalaksanaan non pembedahan terhadap kondisi pak ande untuk memperbaharui dan memberi rasional untuk penatalaksanaan strategi yang telah digunakan.
a. Observasi watchful waiting, observasi saja tanpa pengobatan, mengurangi minum setelah makan malam agar tidak terjadi nokturia, mengurangi kopi dan tidak minum alkohol untuk menghindari bak yang sering, dan control tiap 3 bulan untuk periksa scoring, uroflowmetri dan TRUS.
b. Obat penghambat adrenoreceptor alfa seperti tamsulosin, digunakan untuk merileksasi otot polos dari bladder dan prostat sehingga dapat mengurangi tahanan yang ditimbulkan dan akan mengurangi tahanan dengan melancarkan aliran urin sehingga akan mempermudah pengosongan bladder pada uretra.
c. Therapi anti androgen (flutamide), yang bekerja dengan menekan produksi luteinizing hormone (LH) agar membuat atrofi prostate.
d. Penghambat enzim 5 Alfa reduktase (finasteride atau proscar), efek farmakologi obat ini menurunkan kadar dehydrotestosteron (DHT) dengan cara menghambat aktifitas enzim 5 alfa reduktase yang mengubah testosterone menjadi DHT.
e. Catheter ultra permanent, yang ditempatkan pada urethra pars prostatika.
f. Transurethral microwave thermotherapy (TUMT), yaitu pemanansan prostate dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostate melalui antena yang di pasang pada ujung catheter dengan suhu 42-45 derajat Celcius agar terjadi koagulasi.
g. Transurethral ultrasound guided laser induced prostatektomi(TULIP), Yaitu menggunakan cahaya laser dengan bantuan USG
3. Diskripsikan tes diagnostik untuk hiperplasia prostatik, termasuk test untuk pengkajian fungsi ginjal dan kianker prostat yang dicurigai. Dalam jawaban anda identifikasi dengan jelas tujuan masing2 test, sensitifitas dan spesifitasnya.
1. USG Abdominal : melihat hidronefrosis, melihat ukuran prostat/ massa di ginjal & menghitung volume sisa urin setelah berkemih.
2. Kistoskopi, untuk menyingkirkan adanya divertikula kandung kemih, batu & tumor.
3. Uretrogram Retrograf dan pengukuran aliran urin yang penting untuk dilakukan.
4. Digital Rectal Examination (DRE) ini untuk mendeteksi dini kanker/ pembesaran hiperplastik prostat yang dapat diketahui apakah dia lembut atau dia pembesaran yang kuat pada lobus posterior dengan permukaan mukosa yang polos sehingga adapat dibedakan, karena apabila menggunakan palpasi prostat (secara manual) tidak bisa merefleksikan derajat dari BPH karena substansi portio dari pembesarannya itu berada di dalam intravesikular.
5. Trans Uretral Ultrasonografi (TURS) ini digunakan untuk menentukan volume dan residual urin pada bladder dan prostat.
6. Pemeriksaaan uroflowmetry, untuk mengukur pancaran urine waktu miksi. Angka normal pancaran normal rata-rata 10-12 ml/ detik, pancaran maksimal sampai dengan 20 ml/ detik. Pada obstruksi ringan pancaran menurun antara 6-8 ml/detik dan pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.
7. Tes PSA yang merupakan tes tunggal untuk kanker yang mempunyai nilai prediksi yang paling tinggi. Nilai normalnya adalah 4-10 ng/ ml. PSA ini mempunyai nilai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi karena dapat memberikan informasi tentang lokasi dan ukuran massa dan peningkatan pada keganasan prostate.
8. Tes asam pospat prostate (PAP), mengetahui metastase ke ketulang.
9. Laboratorium : urine untuk melihat adanya infeksi, hematuria pyuria.
4. Apa perbedaan sel benigna prostat dan sel kanker prostat? Bagaimana ini dideteksi pada pak ande.
Sel prostatik benigna :
Pertumbuhan perlahan-lahan, dibungkus oleh kapsul, tidak invasive, terlihat seperti jaringan apabila menonjol, mitosis lambat,pembelahan sel jarang,tidak bermetastase.
Sel prostatik maligna :
1. Pertumbuhan cepat, tidak berkapsul, menginvasi jaringan dan struktur setempat, tidak bisa dibedakan antara jaringan dan sel kanker, mitosis tinggi,sel membelah dari secara terus-menerus,menyebar secara luas melalui pembuluh darah dan limpatik.Jika dilihat dari gejala-gejala yang dialami oleh pak Ande dan nilai PSA yang tinggi: 27,5 ng/ ml, pemeriksaan rectum dan jari dan hasil biopsy prostate yang menunjukkan adanya adenocarsinoma, hal tersebut menunjukkan sebagai tumor malignansi.
Kanker prostate adalah keganasan pada laki-laki yang perkembangan sel kanker dapat menyebar/ meluas ke urethra, leher kandung kemih dan vesikula seminalis, dan dapat juga menyebar ke jalur limfatik/ hematogen. Bagian yang paling sering terkena dari kanker prostate adalah saat metastase kelenjar limfe pelvis dan kerangka.
5. Jelaskan 4 prosedur untuk melepas jaringan prostat dan identifikasi manfaat dan resiko terhadap masing-masing?
Reseksi transuretral prostat (TUR atau TURP) adalah prosedur yang paling umum dan dapat dilakukan melalui endoskopi, instrumen bedah dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra kedalam prostat yang kemudian dapat dilihat secara langsung, keuntungannya adalah menghindari insisi abdomen, lebih aman pada pasien resiko bedah, hospitalisasi dan periode pemulihan lebih singkat, angka morbiditas lebih rendah, menimbulkan sedikit nyeri, penyembuhan dari obstruksi prostat dapat dicegah lebih lama, disfungsi erektil jarang. kerugiannya adalah membutuhkan dokter bedah yang ahli, obstruksi kekambuhan trauma uretral dan dapat terjadi struktur, adanya perdarahan lama dapat terjadi, retrograf ejakulasi.
Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen, suatu insisi dibuat didalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas, keuntungannya sederhana, memberikan area eksplorasi yang lebih luas, memungkinkan pengangkatan kelenjar obstruksi lebih komplit, memungkinkan pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan. Kerugiannya yaitu membutuhkan pembedahan melalui kandung kemih, sulitnya mengontrol perdarahan, urin dapat bocor di sekitar tuba suprapubis, pemulihan mungkin akan lama dan tidak nyaman.
Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum, keuntungannya memberikan pendekatan anatomis langsung, memungkinkan drainage oleh bantuan garvitasi, terutama efektif untuk terapi kanker radikal, memungkinkan hemostatik dibawah penglihatan langsung, angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, ideal bagi pasien dengan prostat yang besar dan resiko bedah yang buruk. Kerugiannya impotensi dan inkontinensia.
Prostatektomi retropubis adalah teknik lain dari pembedahan suprapubik, dimana insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih, keuntungannya menghindari insisi kedalam kandung kemih, memungkinkan dokter bedah untuk melihat dan mengontrol perdarahan, periode pemulihan lebih singkat, kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit, kerugiannya tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan, insiden perdarahan akibat pleksus veriosa prostat meningkat.
Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur lain untuk menangani BPH dengan cara memasukan instrumen melalui uretra, insisi dibuat pada prostat uretra dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. keuntungannya TUIP dapat diindikasikan untuk kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram atau kurang), prosedur ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan, dan mempunyai angka komplikasi yang rendah, tidak ada erektil disfungsi ataupun retrograt ejakulation. Kerugiannya memerlukan cairan sementara untuk irigasi dan menghindari obstruksi, memerlukan kateter setelah prosedur.
6. Diskusikan penyuluhan pra operasi dan diskusikan efek pembedahan pada eliminasi urine dan fungsi seksual?
Pada pak Ande yang akan dilakukan prosedur pembedahan pasti akan mengalami rasa cemas terhadap prosedur pembedahan dan terhadap efek samping yang ditimbulkan dari proses pembedahan tersebut sehingga kita sebagai perawat perlu mengkaji dan menggali sumber rasa cemas yang dikhawatirkan oleh pak Ande, terlebih dahulu perawat membina hubungan saling percaya dengan tujuan pak Ande dapat mengungkapkan perasaan yang dialaminya, biasanya pada pasien yang mengalami pengangkatan prostat akan mengalami ketakutan berupa perubahan seksual dan eliminasi, maka perawat harus menjelaskan terlebih dahulu tentang proses pembedahan yang nanti akan dilakukan berupa tipe pembedahan, jenis anestesi yang akan digunakan dan jenis drainage yang akan dipakai, pada saat perawat menjelaskan, perawat dapat mengguankan alat bantu berupa gambar tentang sistem triway untuk irigasi kandung kemih. perawat juga harus menjelaskan tentang perubahan pola eliminasi yang akan di alami setelah prosedur tindakan, hal tersebut dikarenakan fossa prostat masih mengalami peradangan setelah pembedahan sehingga akan ada rasa berkemih tidak tuntas, dan hal ini akan kembali normal setelah 6-8minggu. Jelaskan juga pada pak Ande bahwa akan dapat mengalami perubahan disfungsi seksual yang kesemuanya itu hanya bersifat sementara karena adanya proses trauma pembedahan dan akan kembali normal setelah 6 - 8 minggu. Juga penting diberikan pendidikan tentang ambulasi dini untuk menghindari DVT atau bisa juga menghindari DVT dengan cara memasang stoking elastis sebelum pembedahan dan mengkaji skala nyeri 0 – 10 untuk membandingkan dengan rasa nyeri setelah pembedahan.
NURSING LEADERSHIP AND MANAGEMENT PROPOSAL PROYEK “ MEWAWANCARAI TOKOH DALAM BIDANG KEPERAWATAN “
1.LATAR BELAKANG
Perkembangan dunia pelayanan kesehatan secara global banyak mengalami perubahan yang berdampak pada dunia keperawatan. Perawatan sebagai suatu profesi terus melakukan upaya pengakuan dari profesi lain terkait dengan autonomi.
Autonomi merupakan bentuk kemandirian dalam mengambil inisiatif sesuai tanggung jawab dan tanggung gugat profesi. Dalam kaitanya dengan autonomi keperawatan di Indonesia juga terus mengalami perubahan, sejauh mana perubahan itu membawa dampak bagi dunia keperawatan di Indonesia belumlah diketahui secara pasti.
Oleh sebab itu kelompok kami akan mewawancarai tokoh dalam bidang pendidikan dan praktek keperawatan yang kompeten dalam bidangnya dan dapat memberikan gambaran tentang otonomi perawat di Indonesia.
Selain itu proposal proyek ini juga merupakan penugasan dari mata ajaran Leadership dan Managemen yang bertujuan untuk melatih kemampuan peserta didik dalam hal manajemen dan kepemimpinan.
2.TUJUAN
•Setelah menyelesaikan proyek ini mahasiswa mampu menerapkan leadership dan manajemen dalam waktu dua bulan
•Mahasiswa mengetahui aplikasi dari autonomi keperawatan di Indonesia
•Mahasiswa mengetahui teknik-teknik interview yang baik dan benar
•Mahasiswa mampu menganalisa data untuk menghasilkan sebuah produk berupa makalah
3.IDENTITAS TIM
Kelompok memilih ´Candle´ sebagai identitas tim, yang melambangkan kerelaan berkorban, mementingkan kepentingan pasien dariapada kepentingan pribadi.
4.STRUKTUR ORGANISASI TIM
Ketua : Sopian Hadi
Sekretaris : Martha L. Siagian
Bendara : Marsaulina Manjorang
Sie Dokumentasi : Siti Zaenab dan Eleonora Prangin-angin
Sie perlengkapan / Dana : Seluruh anggota
5.TOPIK PROYEK
Topik yang akan didiskusikan adalah otonomi keperawatan di Indonesia.
6.TOKOH KEPERAWATAN
Dr. Budiana Keliat, SKp. selaku tokoh keperawatan di bidang pendidikan dan Ns. Siti Khomariah, S. Kep selaku direktur keperawatan RS. Siloam Karawaci.
7. JENIS KEGIATAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
No.
Deskripsi
Strategi
Pelaksanaan
WAKTU
PIC
Januari Februari Maret
I II III IV I II III IV I II III IV
1.Meeting • Undangan meeting
•mengedarkan undangan
•menyusun agenda meeting Sopian
Martha
2. Menyusun proposal • Mengumpulkan bahan terkait topik
•mendiskusikan isi proposal
•menyusun proposal
•konsultasi proposal
3.Memilih tokoh keperawatan • Identifikasi tokoh keperawatan di Indonesia
•menentukan profil tokoh
•melakukan pendekatan dengan tokoh
•menentukan waktu interview
4.Persiapan • Menentukan budget
•menentukan sarana pendukung
•menentukan tempat, waktu wawancara
•menyusun materi interview
•menetukan bentuk ucapan terima kasih
5.Menentukan Anggaran • Menentukan budget
•Sumber dana
•Laporan keuangan
6.Pelaksanaan • Menetukan waktu
•menentukan akomodasi
•menentukan uniform
•menentukan dokumentasi
7.Laporan • mengumpulkan data
•mengolah data
•menganalisa data
•menyimpulkan data (laporan)
8.RENCANA ANGGARAN
No.Tanggal Deskripsi Debet Kredit Saldo
1.Iuran wajib anggota @Rp. 150.000
750.000
2.Donatur 1.500.000
3.Dokumentasi 300.000
4.Akomodasi 200.000
5.Konsumsi 600.000
6.Souvenir 1.000.000
7.Lain-lain 150.000 0
9.MATERI INTERVIEW
a.Mengawali interview kita hari ini, kami ingin ibu bercerita perjalanan karier ibu di dunia keperawatan? (pendidikan, organisasi, praktek keperawatan...)
b.Sehubungan dengan topik interview kita hari ini adalah otonomi keperawatan di Indonesia. Bagaimana menurut ibu otonomi perawatan di Indonesia saat ini?
c.Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan otonomi keperawatan?
d.Sudah adakah upaya dari PPNI untuk memperjuangkan otonomi keperawatan ?
e.Bagaimana lingkup batasan kemandirian perawat saat ini?
maksud kami, adakah batasan dari PPNI dalam hal praktek keperawatan, yang
seharusnya dijalankan oleh perawat?
f.Menurut ibu apa yang harus kami lakukan untuk memperjuangkan otonomi keperawatan di Indonesia?
g.Menurut pendapat ibu, bagaimana perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini (kaitannya dengan otonomi dalam menjalankan praktek keperawatan)
h.Adakah hubungan antara S.I.P dan S.I.K kaitannya dengan otonomi keperawatan?
i.Bagaimana keabsahan dari beberapa rekan perawat yang membuka praktek, layaknya seorang dokter? apakah itu dapat dikatakan sebagai bentuk otonomi?
j.Bagaimana saran ibu bagi perawat dimasa mendatang?
Mengetahui,
Dosen Pengajar Leadership & Management
D. Tjakraprawira, MA-NA
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 2/SoN/Candle/2008 Karawaci, 27-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Budiana Keliat, SKp.
Staff Pengajar FIK-UI
Depok
Dengan hormat,
Sehubungan dengan mata kuliah Leadership dan Management pada semester III untuk Conversion Program School Of Nursing Universitas Pelita Harapan, dalam hal ini, mahasiswa diminta bergabung dalam suatu tim kerja yang terdiri atas lima orang mahasiwa. Dimana tim kerja yang telah terbentuk akan mengerjakan sebuah proyek dari beberapa tema yang berbeda namun telah ditentukan tema yang akan dipilih dan dikerjakan oleh masing-masing tim kerja tersebut. Adapun tema yang telah ditentukan untuk kelompok tim kerja kami, yang kami beri nama ‘Candle’ adalah : “Mewawancarai seorang tokoh masyarakat atau tokoh pemimpin dalam dunia keperawatan.” Untuk itu kami mohon kesediaan ibu untuk diwawancarai. Adapun hasil proyek tersebut akan disajikan dan dikumpulkan dalam bentuk suatu makalah akhir yang komprehensif.
Demikian kiranya surat permohonan ini kami sampaikan. Terima kasih atas kesediaan ibu untuk berpartisipasi dalam kegiatan kami tersebut.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat saya, Mengetahui,
Ketua Dosen Pengajar Leadership & Management
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 3/SoN/Candle/2008 Karawaci, 28-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan Maaf dan Pembatalan Wawancara
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Ratna Sitorus, SKp. M. App. Sc
Staff Pengajar FIK-UI
Salemba
Dengan hormat,
Sehubungan karena terjadi kesalahpahaman didalam kelompok kami, sehingga rencana yang awalnya akan mewawancarai Ibu menjadi batal. Melalui surat ini, kami datang untuk memohon maaf atas kesalahan yang telah kami perbuat. Setelah kami melakukan evaluasi, kekeliruan yang terjadi adalah adanya perbedaan persepsi terhadap waktu yang salah, namun kami mengakui hal tersebut murni kesalahan kelompok. Dari kejadian ini kami memetik pelajaran terkait materi Leadership & Management, dalam pengorganisasian, waktu dan konfirmasi ulang merupakan suatu komponen terpenting dan merupakan kunci kesuksesan dari seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan. Kami berharap kesalahan yang sama tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Besar harapan kami, kiranya Ibu masih berkenan bekerjasama dengan kami selaku mahasiswa School Of Nursing Universitas Pelita Harapan.
Demikian kiranya surat permohonan maaf dan pembatalan ini kami sampaikan, atas pengertian dan kebaikan ibu, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat kami,
Ketua Sekretaris,
Sopian Hadi Martha Lowrani Siagian
7. JENIS KEGIATAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
No.
Deskripsi
Strategi
Pelaksanaan
WAKTU
PIC
Januari Februari Maret
I II III IV I II III IV I II III IV
1. Meeting • Undangan meeting
• mengedarkan undangan
• menyusun agenda meeting Sopian
Martha
2. Menyusun proposal • Mengumpulkan bahan terkait topik
• mendiskusikan isi proposal
• menyusun proposal
• konsultasi proposal
3. Memilih tokoh keperawatan • Identifikasi tokoh keperawatan di Indonesia
• menentukan profil tokoh
• melakukan pendekatan dengan tokoh
• menentukan waktu interview
4. Persiapan • Menentukan budget
• menentukan sarana pendukung
• menentukan tempat, waktu wawancara
• menyusun materi interview
• menetukan bentuk ucapan terima kasih
5 Menentukan Anggaran • Menentukan budget
• Sumber dana
• Laporan keuangan
6 Pelaksanaan • Menetukan waktu
• menentukan akomodasi
• menentukan uniform
• menentukan dokumentasi
7 Laporan • mengumpulkan data
• mengolah data
• menganalisa data
• menyimpulkan data (laporan)
MATERI INTERVIEW
a.Mengawali interview kita hari ini, kami ingin ibu bercerita perjalanan karier ibu di dunia keperawatan? (pendidikan, organisasi, praktek keperawatan...)
b.Sehubungan dengan topiK interview kita hari ini adalah otonomi keperawatan di Indonesia. Bagaimana menurut ibu otonomi perawatan di Indonesia saat ini?
c.Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan otonomi keperawatan?
d.Sudah adakah upaya dari PPNI untuk memperjuangkan otonomi keperawatan ?
e.Bagaimana lingkup batasan kemandirian perawat saat ini?
maksud kami, adakah batasan dari PPNI dalam hal praktek keperawatan, yang seharusnya dijalankan oleh perawat?
f.Menurut ibu apa yang harus kami lakukan untuk memperjuangkan otonomi keperawatan di Indonesia?
g.Menurut pendapat ibu, bagaimana perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini (kaitannya dengan otonomi dalam menjalankan praktek keperawatan)?
h.Adakah hubungan antara S.I.P dan S.I.K kaitannya dengan otonomi keperawatan?
i.Bagaimana keabsahan dari beberapa rekan perawat yang membuka praktek, layaknya seorang dokter? apakah itu dapat dikatakan sebagai bentuk otonomi?
j.Bagaimana saran ibu bagi perawat dimasa mendatang?
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 3/SoN/Candle/2008 Karawaci, 28-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan Maaf dan Pembatalan Wawancara
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Ratna Sitorus, SKp. M. App. Sc
Staff Pengajar FIK-UI
Salemba
Dengan hormat,
Sehubungan karena terjadi kesalahpahaman didalam kelompok kami, sehingga rencana yang awalnya akan mewawancarai Ibu menjadi batal. Melalui surat ini, kami datang untuk memohon maaf atas kesalahan yang telah kami perbuat. Setelah kami melakukan evaluasi, kekeliruan yang terjadi adalah adanya perbedaan persepsi terhadap waktu yang salah, namun kami mengakui hal tersebut murni kesalahan kelompok. Dari kejadian ini kami memetik pelajaran terkait materi Leadership & Management, dalam pengorganisasian, waktu dan konfirmasi ulang merupakan suatu komponen terpenting dan merupakan kunci kesuksesan dari seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan. Kami berharap kesalahan yang sama tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Besar harapan kami, kiranya Ibu masih berkenan bekerjasama dengan kami selaku mahasiswa School Of Nursing Universitas Pelita Harapan.
Demikian kiranya surat permohonan maaf dan pembatalan ini kami sampaikan, atas pengertian dan kebaikan ibu, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat kami,
Ketua Sekretaris,
Sopian Hadi Martha Lowrani Siagian
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 2/SoN/Candle/2008 Karawaci, 27-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Budiana Keliat, SKp.
Staff Pengajar FIK-UI
Depok
Dengan hormat,
Sehubungan dengan mata kuliah Leadership dan Management pada semester III untuk Conversion Program School Of Nursing Universitas Pelita Harapan, dalam hal ini, mahasiswa diminta bergabung dalam suatu tim kerja yang terdiri atas lima orang mahasiwa. Dimana tim kerja yang telah terbentuk akan mengerjakan sebuah proyek dari beberapa tema yang berbeda namun telah ditentukan tema yang akan dipilih dan dikerjakan oleh masing-masing tim kerja tersebut. Adapun tema yang telah ditentukan untuk kelompok tim kerja kami, yang kami beri nama ‘Candle’ adalah : “Mewawancarai seorang tokoh masyarakat atau tokoh pemimpin dalam dunia keperawatan.” Untuk itu kami mohon kesediaan ibu untuk diwawancarai. Adapun hasil proyek tersebut akan disajikan dan dikumpulkan dalam bentuk suatu makalah akhir yang komprehensif.
Demikian kiranya surat permohonan ini kami sampaikan. Terima kasih atas kesediaan ibu untuk berpartisipasi dalam kegiatan kami tersebut.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat saya, Mengetahui,
Ketua Dosen Pengajar Leadership & Management
Sopian Hadi D. Tjakraprawira,MA-NA
NURSING LEADERSHIP AND MANAGEMENT
LAPORAN KEGIATAN
“WAWANCARA TOKOH DALAM BIDANG KEPERAWATAN”
DISUSUN OLEH :
“CANDLE”
Ketua : Sopian Hadi
Sekretaris : Martha L. Siagian
Bendahara : Marsaulina Manjorang
Dokumentasi : Eleonora Parangin-angin
Siti Zaenab
SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Karawaci, April 2008
KATA PENGANTAR
Keperawatan di Indonesia terus mengalami proses perkembangan menuju “Keperawatan Profesional” sesuai kesepakatan dalam lokakarya nasional keperawatan tahun 1983 yang telah menerima perawat sebagai profesi. Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan dan Organisasi Profesi Perawat (PPNI), diantaranya mengembangkan pendidikan keperawatan, mengembangkan standar praktik keperawatan, dan mengadakan pelatihan tenaga keperawatan. Semua upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme keperawatan, agar mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan.
Profesionalisme keperawatan sangat diperlukan dalam kemandirian praktek keperawatan, meskipun pada kenyataannya tidak mudah diwujudkan. Secara histori, keperawatan di Indonesia merupakan profesi yang berada dalam posisi yang terjepit antara manager dan dokter. Manager mengharuskan perawat mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan, sementara dokter meminta perawat membantunya menyelesaikan suatu prosedur/menjalankan instruksi dokter. Sehingga perawat tidak menjalankan proses secara sistematis yang merupakan bentuk otonomi profesionalisme dari praktek keperawatan.
Laporan wawancara dengan tokoh dalam bidang keperawatan ini, akan menggambarkan pendapat mereka tentang otonomi perawat dalam praktek keperawatan di Indonesia. Meskipun tidak dapat memberikan gambaran secara keseluruhan, akan tetapi dapat mewakili kondisi perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini, dalam konteks otonomi.
Kelompok mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena akhirnya laporan wawancara dengan tokoh dalam bidang keperawatan dapat disusun dan dilaporkan dalam bentuk makalah. Pada kesempatan ini pula, kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Barbara J. Simsen….., selaku direktur School Of Nursing- Universitas Pelita Harapan, Karawaci-Tangerang.
2. D. Tjakraprawira, MA-NA, selaku dosen pengajar mata kuliah Leadership & Management.
3. DR. Budiana Keliat, S. Kep., selaku Staff Pengajar FIK-UI Depok, dalam hal ini sebagai tokoh keperawatan dalam pendidikan yang diwawancarai.
4. Ns. Siti Khomariah, S. Kep, selaku direktur keperawatan RS. Siloam Karawaci, dalam hal ini sebagai tokoh keperawatan dalam klinikal yang diwawancarai.
5. Yenny Nova Wijayanti, Amd. Kep, selaku rekan mahasiswa atas bantuannya dalam proses pendokumentasian.
6. Kelompok Candle, atas kerjasama dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas
Semoga laporan wawancara ini bermanfaat bagi pengembangan otonomi keperawatan dalam praktek profesional.
Karawaci, April 2008
”Candle”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi telah memberi dampak positif bagi seluruh profesi kesehatan untuk selalu berupaya meninkatkan kinerja profesionalnya dalam berkontribusi terhadap berbagai kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan makin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Profesi keperawatan sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan juga terus mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Salah satu tantangan profesionalisme yang ingin diwujudkan adalah otonomi, karena otonomi merupakan elemen penting bagi keperawatan profesional.
Otonomi berarti seseorang secara rasional memiliki kemandirian dan pengaturan diri sendiri dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan. (Potter&Perry, 2005). Dengan meningkatnya otonomi maka meningkat pula tanggung gugat dan tanggung jawab. Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab secara professional dan hukum akan tipe dan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Di Indonesia pada saat ini perkembangan profesi keperawatan belum dapat dikatakan menggembirakan, ini dapat dilihat dari minimnya otonomi perawat dalam praktek keperawatan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan untuk meningkatkan otonomi melalui peningkatan profesionalisme.
Dalam memenuhi tugas mata kuliah Leadership & Management, dimana kelompok mendapat tugas melakukan wawancara dengan tokoh keperawatan, kelompok sepakat untuk melakukan wawancara terhadap DR. Budiana Keliat, S. Kep, seorang pakar perawat kesehatan jiwa dan dosen tetap Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia (UI) serta melakukan wawancara dengan Ns. Siti Khomariah, S. Kep, direktur keperawatan Siloam Hospitals Lippo Karawaci, dengan tema “otonomi”. Kelompok ingin mengidentifikasi perspektif tokoh-tokoh tersebut tentang otonomi keperawatan di Indonesia.
Susunan makalah ini mengacu pada panduan laporan tugas Leadership & Management yang terdiri dari kata pengantar, daftar isi, Bab. I. Pendahuluan (latar belakang, tujuan, visi, misi), Bab. II. Pembahasan (prinsip-prinsip Leadership dan nilai-nilai yang dipakai, prosedur pelaksanaan, hambatan, hasil proyek, evaluasi antar tim, evaluasi proyek), Bab.III. Kesimpulan dan saran, lampiran dan daftar pustaka.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat mengaplikasikan teori Leadership & Management dibangku kuliah dalam praktek keperawatan.
2. Tujuan Khusus
• Setelah menyelesaikan mata kuliah Leadership & Management serta melakukan wawancara dengan tokoh keperawatan, kelompok mampu meningkatkan profesionalisme dalam praktek keperawatan.
• Mahasiswa mengetahui upaya-upaya untuk meningkatkan otonomi keperawatan.
• Mahasiswa mengetahui profesionalisme dengan otonomi dalam praktek keperawatan.
• Mahasiswa mampu menganalisa data untuk menghasilkan sebuah produk berupa makalah.
C. VISI DAN MISI
VISI : menjadi pemimpin yang berkarakter, berwawasan luas dan berdampak bagi banyak orang.
MISI : mewujudkan profesionalisme keperawatan, melalui peningkatan pendidikan keperawatan yang berkesinambungan, meningkatkan paktek keperawatan melalui pelatihan, meningkatkan aktualisasi diri, dan kecintaan terhadap profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
Leadership adalah mengenali diri sendiri, memiliki visi yang dapat dikomunikasikan dengan baik, membangun kepercayaan bersama teman sejawat dan melakukan tindakan yang efektif untuk mengaplikasikan, menerapkan kemampuan memimpin (Bernard & Walsh, 1990). Leadership tidak dapat diajarkan, tetapi hanya dapat dipelajari dengan keyakinan, bahwa setiap manusia adalah pemimpin baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun organisasi. Dengan demikian, maka leadership dapat dipelajari dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan yang dapat digunakan dalam suatu organisasi, yaitu : otokratik, demokratik, dan laissez faire. Sedangkan gaya kepemimpinan yang kami terapkan dalam menyelesaikan proyek ini adalah demokatik, yang menekankan pada kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan demokratik memiliki cirri-ciri bahwa wewenang pimpinan tidak mutlak, pemimpin bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada anggota, keputusan dibuat bersama, terjalin komunikasi yang timbal-balik antara pemimpin dan anggota, pengawasan dilakukan secara wajar dan tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama. Teori demokratis menyadari sepenuhnya bahwa pemimpin tidak akan berhasil tanpa dukungan dari bawahan dalam mengambil keputusan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Selain gaya kepemimpinan diatas, kelompok juga menggunakan wawancara secara terstruktur untuk mengkaji perspektif tokoh masyarakat dalam bidang keperawatan tentang otonomi. Pertanyaan yang sudah dipersiapkan ditanyakan secara langsung kepada tokoh masyarakat tersebut. Wawancara disusun dalam bentuk pertanyaan kalimat terbuka yang memungkinkan kelompok memperoleh informasi yang luas.
A. Prosedur Pelaksanaan
Setelah menerima penugasan dari dosen, kelompok mulai melakukan pengorganisasian dan menyusun kerangka kerja, dengan tahapan sebagai berikut : Pembentukan struktur organisasi, dengan susunan sebagai berikut; ketua : Sopian Hadi, sekretaris dan humas : Martha L. Siagian, bendahara : Marsaulina Manjorang, dokumentasi dan pelaksanaan : Eleonora Parangin-angin dan Siti Zaenab.
Membuat nama kelompok : nama kelompok yang disepakati adalah “candle” yang bermakna memberikan terang dalam kegelapan dan rela berkorban untuk orang banyak.
Selanjutnya, menentukan schedule dan membuat agenda meeting supaya kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Setelah kelompok membuat kesepakatan tokoh yang akan diwawancarai, langkah selanjutnya adalah menghubungi, melakukan konfirmasi kesediaan tokoh tersebut, dan mengatur perjanjian waktu untuk interview. Kemudian kelompok melakukan survey tempat dan membuat surat ijin wawancara.
B. Pelaksanaan
Wawancara dilakukan pada tanggal 26 Februari 2008 dan 5 Maret 2008 terhadap dua tokoh masyarakat dalam bidang keperawatan, yaitu : DR. Budiana Keliat, S. Kep dan Ns. Siti Khomariah, S. Kep. Wawancara pertama berlangsung di Fakultas Ilmu Keperawatan UI-Depok, di kantor DR. Budiana Keliat, S. Kep jam 09.00 WIB yang berlangsung selama 30 menit. Sedangkan wawancara yang kedua bertempat di RS. Siloam Karawaci, di ruang divisi keperawatan Ns. Hj. Siti Khomariah, S. Kep jam 17.00 WIB selama 60 menit. Proses wawancara didokumentasikan dalam bentuk video dan tape recorder. Pertanyaan diajukan sesuai list, dengan menggunakan kalimat terbuka (oppen-ended question). Hasil wawancara dilaporkan secara tertulis dan gambar, serta dipresentasikan sebagai bentuk tanggung jawab laporan kelompok.
C. Kendala
Banyak kendala yang ditemui kelompok selama proses wawancara, namun berkat kerjasama dan kesabaran seluruh anggota kendala dapat dilalui dengan baik. Salah satu kendala yang paling berarti, yang kami temui adalah kesalahan komunikasi dalam menetukan jadwal pertemuan dengan salah satu nara sumber. Perjanjian dibuat melalui sms, schedule yang disepakati adalah hari rabu 26 Februari 2008, namun kami tidak melakukan pengecekan ulang pada kalender, bahwa hari rabu adalah tanggal 27 Februari 2008. Hal ini menimbulkan masalah yang cukup membuat kelompok stress, karena nara sumber tidak bersedia diwawancarai pada saat itu, dan menunda sampai pada batas waktu yang belum dapat ditentukan. Kemudian kami melakukan meeting insidentil yang dilakukan pada malam hari. Dalam meeting tersebut, kelompok membuat kesepakatan untuk mencari tokoh pengganti, pilihan jatuh kepada DR. Budiana Keliat, S. Kep. dan Puji Syukur pada Tuhan, bahwa beliau bersedia untuk diwawancarai pada tanggal 27 Februari 2008, sehingga wawancara dapat dilaksanakan sesuai jadwal.
E. Hasil kerja proyek
Wawancara dilakukan terhadap 2 orang tokoh keperawatan, yaitu DR. Budiana Keliat, S. Kep. bertempat di Depok, dan Ns. Hj. Siti Khomariah, S. Kep bertempat di Karawaci. Setelah melakukan wawancara terhadap tokoh bidang pendidikan dan rumah sakit, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya otonomi itu ada tetapi tergantung pada kemampuan dan kemauan perawat untuk melakukannya. Sebagai perawat hal terpenting yang harus dilakukan untuk mewujudkan otonomi tersebut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesionalisme perawat.
F. Evaluasi
Selama proses wawancara, tim tidak menemukan kendala dan wawancara berjalan lancar, tepat waktu dan semua anggota tim terlibat di dalam proses wawancara, begitu juga dengan tokoh yang diwawancarai DR. Budiana Keliat, S. Kep. dan Ns. Hj. Siti Khomariah, S. Kep. tampak begitu antusias di dalam menjawab pertanyaan. Kedua nara sumber juga mengatakan kesediaannya untuk memberikan atau membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang mereka milik, kapan saja jika UPH khususnya SoN memererlukan. Nara sumber mengatakan berkenan hadir jika suatu saat diundang sebagai pembicara dalam suatu seminar keperawatan, ataupun kelompok diskusi kecill seperti Candle.
EVALUASI
Evaluasi antar anggota kelompok :
1. Sopian Hadi, selaku ketua menggunakan tipe kepemimpinan yang demokratik, dalam mengambil keputusan melibatkan tim, berperan aktif dalam melakukan suatu musyawarah untuk mecapai tujuan kelompok, serta mampu bekerja sama antar anggota kelompok.
2. Martha Siagian, selaku sekretaris dan humas dalam setiap meeting selalu membuat notulen hasil rapat, daftar hadir lengkap, dan hasilnya diketik rapih, diketahui dan dilaporkan kepada ketua dan anggota. Humas, dengan aktif melakukan double check untuk setiap program wawancara yang akan dilaksanakan, dan melakukan konfirmasi ulang, dalam bentuk telephone atau pesan singkat (sms).
3. Marsaulina Manjorang, selaku bendahara aktif mengajak semua kelompok untuk berdiskusi dalam menentukan sejumlah dana yang akan diperlukan, mencari sumber dana, melakukan pencatatan untuk setiap pemasukan dan pengeluaran dengan sangat teliti.
4. Eleonora Parangin-angin dan Siti Zaenab, selaku sie dokumentasi, dengan selektif memilih sarana dan prasarana yang akan dibutuhkan dalam proses wawancara, dengan aktif melakukan pengorganisasian dan penyusunan tugas-tugas dalam kelompok, dan mencari sumber-sumber yang terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Benhard, L.A., & Walsh, M. C. (1990). Leadership, the key to the professionalization of nursing. USA : Mosby
Moeljono, D. (2003). Beyond leadership 12 konsep kepemimpinan. Jakarta : Gramedia
Nursalam, M. (2002). Manajemen keperawatan, aplikasi dalam praktek keperawatan professional. Jakarta : Salemba Medika
Potter, A. P., & Perry, G. A. (2005). Fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik, edisi 4 vol. 1. Jakata : EGC
Swansburg, R. C. (1990). Management and leadership for nurse manager. England : Jones and Bartlett
Lanpiran
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 16 Januari 2008
Waktu / Tempat : 11.10-12.15 / SON Lt. V
Topik : Rencana proyek wawancara tokoh bidang keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Menentukan struktur organisasi
• Mendiskusikan nama kelompok
• Memilih kira-kira topik apa yang
akan dibahas dalam sesi wawancara
• Menyusun agenda meeting (memutuskan
bahwa akan diselenggarakan meeting rutin tiap 2 minggu, dan dapat diadakan meeting insidentil apabila diperlukan
Seluruh anggota
(Sopian)
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 23 Januari 2008
Waktu / Tempat : 16.15-18.20 / SON Lt. V
Topik : Sketsa proposal dan memilih tokoh keperawatan yang akan diwawancarai
No. Description P.I.C.
1. • Mencari tahu kira-kira topik apa yang sedang marak dibicarakan dalam dunia keperawatan saat ini, yang sekiranya akan diangkat dalam sesi wawancara
• Memilih dan menentukan tokoh keperawatan yang akan diwawancarai
• Membuat proposal proyek
• Menentukan perkiraan budgeting / anggaran
(Sopian)
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 6 Februari 2008
Waktu / Tempat : 16.00-19.00 / Dormitory SON
Topik : Menentukan pelaksanaan wawancara terhadap
tokoh keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Membuat tanggal dan waktu pelaksanaan wawancara tokoh keperawatan.
• Melakukan pendataan terhadap tokoh keperawatan yang akan diwawancarai
• Memilih dan menentukan bentuk kenang-kenangan yang akan diberikan kepada nara sumber
• Mencari persiapan dan perlengkapan untuk interview
• Membuat daftar pertanyaan untuk bahan atau materi wawancara
Martha
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Selasa , 20 Februari 2008
Waktu / Tempat : 16.30-17.30 / SON Lt. V
Topik : Persiapan keberangkatan wawancara terhadap
tokoh keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Membeli kenang-kenangan yang akan diberikan pada tokoh keperawatan
• Memilih uniform yang akan dikenakan pada saat proses wawancara
• Menentukan tempat pertemuan bersama dengan kelompok pada saat keberangkatan
Siti Zaenab
dan
Eleonora
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Selasa , 26 Februari 2008
Waktu / Tempat : 19.00-23.30 / Kediaman masing-masing anggota
Topik : Meeting insidentil – terhadap perubahan tokoh keperawatan yang akan diwawancara (melalui telephone rumah dan seluler)
No. Description P.I.C.
1. • Melakukan konfirmasi ulang terhadap kesediaan, waktu, tempat, dan tanggal pada nara sumber
• Melakukan permohonan maaf dan pembatalann pada nara sumber, akibat adanya misunderstanding
• memikirkan untuk pencarian nara sumber yang lain dengan segera
• Menentukan nara sumber yang terbaru
• menghubungi nara sumber sekaligus mengatur kesepakatan perjanjian wawancara
• Menghubungi setiap anggota untuk pemberitahuan dan informasi terbaru
• Mengatur waktu pertemuan untuk persiapan, keberangkatan dan pelaksanaan wawancara sesuai waktu yang telah ditentukan dengan nara sumber yang baru
Eleonora
dan
Martha
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu , 27 Februari 2008
Waktu / Tempat : 10.30-11.30 / Taman kampus fakultas keperawatan UI-Depok
Topik : Menganalisa secara singkat hasil wawancara
No. Description P.I.C.
1. • Mengumpulkan semua data
• mengolah data
• menganalisa data
Eleonora
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 27 Februari 2008
Waktu / Tempat : 16.30-17.00 / SON Lt. V
Topik : Melaporkan hasil pelaksanaan dan perubahan nara sumber Persiapan keberangkatan wawancara terhadap
tokoh keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Melaporkan adanya perubahan untuk nara sumber
• Melaporkan pelaksanaan kegiatan
• Merencanakan untuk mengatur surat permohonan maaf dan kenang-kenangan sebagai ucapan minta maaf
Siti Zaenab
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 19 Maret 2008
Waktu / Tempat : 11.30-12.30 / Lounge FK – UPH/SON Lt. II
Topik : Konsultasi dalam pembuatan makalah
No. Description P.I.C.
1. • Menentukan sistem pembagian tugas
• Pembuatan makalah tentang Leadership & Management
• Melakukan konsultasi dengan dosen pengajar
• Evaluasi Budget yang ada
• Mencari sumber-sumber yang diperlukan (library, internet)
Sopian
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 2 April 2008
Waktu / Tempat : 15.30-20.30 / SON Lt. V
Topik : Pembuatan modul makalah
No. Description P.I.C.
1. • Pembahasan semua tugas sesuai dengan bagian dan tanggung jawab masing-masing
• Mulai menyusun sebuah makalah sesuai dengan guide line yang ada
• melakukan pendokumentasian untuk selanjutnya diketik dengan rapih
Sopian dan sekretaris
DAFTAR ABSENSI MEETING
Group “CANDLE”
No.
Tanggal
Nama
Paraf
DAFTAR KEUANGAN KELOMPOK "CANDLE"
Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo
20-02-2008 Iuran Wajib Anggota : 150. 000
Sopian Hadi 150.000
Martha Siagian 150. 000
Siti Zaenab 150. 000
Marsaulina 150. 000
Eleonora 150. 000 750. 000
27-02-2008 Donator 300. 000 1.050.000
23-02-2008 Membeli 2 bh Souvenir pada nara sumber @ 300.000 600. 000
26-02-208 Membeli kaset u/ Handycam 35. 000
Membeli kaset u/ tape recorder 9. 000
Membeli kue u/ nara sumber 98.200 742.200 (i)
27-02-2008 Transportasi dan Akomodasi :
Taxi (Karawaci-Depok) 120. 000
Tol (Karawaci-Depok) 16. 000
Makan pagi di Depok 40. 000
Ongkos Bus (Depok-Slipi) u/ 6 orang @ 5000 30. 000
Taxi (Slipi-Karawaci) 60. 000
29-02-2008 Membeli kue u/ nara sumber 82.500
Bensin 11.500 360. 000 (ii)
Total Pengeluaran (i) + (ii) 1.102.000
7-04-2008 Iuran tambahan dari kelompok 52.200
Total 1.154.000 1.154.000 0
Perkembangan dunia pelayanan kesehatan secara global banyak mengalami perubahan yang berdampak pada dunia keperawatan. Perawatan sebagai suatu profesi terus melakukan upaya pengakuan dari profesi lain terkait dengan autonomi.
Autonomi merupakan bentuk kemandirian dalam mengambil inisiatif sesuai tanggung jawab dan tanggung gugat profesi. Dalam kaitanya dengan autonomi keperawatan di Indonesia juga terus mengalami perubahan, sejauh mana perubahan itu membawa dampak bagi dunia keperawatan di Indonesia belumlah diketahui secara pasti.
Oleh sebab itu kelompok kami akan mewawancarai tokoh dalam bidang pendidikan dan praktek keperawatan yang kompeten dalam bidangnya dan dapat memberikan gambaran tentang otonomi perawat di Indonesia.
Selain itu proposal proyek ini juga merupakan penugasan dari mata ajaran Leadership dan Managemen yang bertujuan untuk melatih kemampuan peserta didik dalam hal manajemen dan kepemimpinan.
2.TUJUAN
•Setelah menyelesaikan proyek ini mahasiswa mampu menerapkan leadership dan manajemen dalam waktu dua bulan
•Mahasiswa mengetahui aplikasi dari autonomi keperawatan di Indonesia
•Mahasiswa mengetahui teknik-teknik interview yang baik dan benar
•Mahasiswa mampu menganalisa data untuk menghasilkan sebuah produk berupa makalah
3.IDENTITAS TIM
Kelompok memilih ´Candle´ sebagai identitas tim, yang melambangkan kerelaan berkorban, mementingkan kepentingan pasien dariapada kepentingan pribadi.
4.STRUKTUR ORGANISASI TIM
Ketua : Sopian Hadi
Sekretaris : Martha L. Siagian
Bendara : Marsaulina Manjorang
Sie Dokumentasi : Siti Zaenab dan Eleonora Prangin-angin
Sie perlengkapan / Dana : Seluruh anggota
5.TOPIK PROYEK
Topik yang akan didiskusikan adalah otonomi keperawatan di Indonesia.
6.TOKOH KEPERAWATAN
Dr. Budiana Keliat, SKp. selaku tokoh keperawatan di bidang pendidikan dan Ns. Siti Khomariah, S. Kep selaku direktur keperawatan RS. Siloam Karawaci.
7. JENIS KEGIATAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
No.
Deskripsi
Strategi
Pelaksanaan
WAKTU
PIC
Januari Februari Maret
I II III IV I II III IV I II III IV
1.Meeting • Undangan meeting
•mengedarkan undangan
•menyusun agenda meeting Sopian
Martha
2. Menyusun proposal • Mengumpulkan bahan terkait topik
•mendiskusikan isi proposal
•menyusun proposal
•konsultasi proposal
3.Memilih tokoh keperawatan • Identifikasi tokoh keperawatan di Indonesia
•menentukan profil tokoh
•melakukan pendekatan dengan tokoh
•menentukan waktu interview
4.Persiapan • Menentukan budget
•menentukan sarana pendukung
•menentukan tempat, waktu wawancara
•menyusun materi interview
•menetukan bentuk ucapan terima kasih
5.Menentukan Anggaran • Menentukan budget
•Sumber dana
•Laporan keuangan
6.Pelaksanaan • Menetukan waktu
•menentukan akomodasi
•menentukan uniform
•menentukan dokumentasi
7.Laporan • mengumpulkan data
•mengolah data
•menganalisa data
•menyimpulkan data (laporan)
8.RENCANA ANGGARAN
No.Tanggal Deskripsi Debet Kredit Saldo
1.Iuran wajib anggota @Rp. 150.000
750.000
2.Donatur 1.500.000
3.Dokumentasi 300.000
4.Akomodasi 200.000
5.Konsumsi 600.000
6.Souvenir 1.000.000
7.Lain-lain 150.000 0
9.MATERI INTERVIEW
a.Mengawali interview kita hari ini, kami ingin ibu bercerita perjalanan karier ibu di dunia keperawatan? (pendidikan, organisasi, praktek keperawatan...)
b.Sehubungan dengan topik interview kita hari ini adalah otonomi keperawatan di Indonesia. Bagaimana menurut ibu otonomi perawatan di Indonesia saat ini?
c.Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan otonomi keperawatan?
d.Sudah adakah upaya dari PPNI untuk memperjuangkan otonomi keperawatan ?
e.Bagaimana lingkup batasan kemandirian perawat saat ini?
maksud kami, adakah batasan dari PPNI dalam hal praktek keperawatan, yang
seharusnya dijalankan oleh perawat?
f.Menurut ibu apa yang harus kami lakukan untuk memperjuangkan otonomi keperawatan di Indonesia?
g.Menurut pendapat ibu, bagaimana perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini (kaitannya dengan otonomi dalam menjalankan praktek keperawatan)
h.Adakah hubungan antara S.I.P dan S.I.K kaitannya dengan otonomi keperawatan?
i.Bagaimana keabsahan dari beberapa rekan perawat yang membuka praktek, layaknya seorang dokter? apakah itu dapat dikatakan sebagai bentuk otonomi?
j.Bagaimana saran ibu bagi perawat dimasa mendatang?
Mengetahui,
Dosen Pengajar Leadership & Management
D. Tjakraprawira, MA-NA
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 2/SoN/Candle/2008 Karawaci, 27-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Budiana Keliat, SKp.
Staff Pengajar FIK-UI
Depok
Dengan hormat,
Sehubungan dengan mata kuliah Leadership dan Management pada semester III untuk Conversion Program School Of Nursing Universitas Pelita Harapan, dalam hal ini, mahasiswa diminta bergabung dalam suatu tim kerja yang terdiri atas lima orang mahasiwa. Dimana tim kerja yang telah terbentuk akan mengerjakan sebuah proyek dari beberapa tema yang berbeda namun telah ditentukan tema yang akan dipilih dan dikerjakan oleh masing-masing tim kerja tersebut. Adapun tema yang telah ditentukan untuk kelompok tim kerja kami, yang kami beri nama ‘Candle’ adalah : “Mewawancarai seorang tokoh masyarakat atau tokoh pemimpin dalam dunia keperawatan.” Untuk itu kami mohon kesediaan ibu untuk diwawancarai. Adapun hasil proyek tersebut akan disajikan dan dikumpulkan dalam bentuk suatu makalah akhir yang komprehensif.
Demikian kiranya surat permohonan ini kami sampaikan. Terima kasih atas kesediaan ibu untuk berpartisipasi dalam kegiatan kami tersebut.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat saya, Mengetahui,
Ketua Dosen Pengajar Leadership & Management
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 3/SoN/Candle/2008 Karawaci, 28-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan Maaf dan Pembatalan Wawancara
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Ratna Sitorus, SKp. M. App. Sc
Staff Pengajar FIK-UI
Salemba
Dengan hormat,
Sehubungan karena terjadi kesalahpahaman didalam kelompok kami, sehingga rencana yang awalnya akan mewawancarai Ibu menjadi batal. Melalui surat ini, kami datang untuk memohon maaf atas kesalahan yang telah kami perbuat. Setelah kami melakukan evaluasi, kekeliruan yang terjadi adalah adanya perbedaan persepsi terhadap waktu yang salah, namun kami mengakui hal tersebut murni kesalahan kelompok. Dari kejadian ini kami memetik pelajaran terkait materi Leadership & Management, dalam pengorganisasian, waktu dan konfirmasi ulang merupakan suatu komponen terpenting dan merupakan kunci kesuksesan dari seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan. Kami berharap kesalahan yang sama tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Besar harapan kami, kiranya Ibu masih berkenan bekerjasama dengan kami selaku mahasiswa School Of Nursing Universitas Pelita Harapan.
Demikian kiranya surat permohonan maaf dan pembatalan ini kami sampaikan, atas pengertian dan kebaikan ibu, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat kami,
Ketua Sekretaris,
Sopian Hadi Martha Lowrani Siagian
7. JENIS KEGIATAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN
No.
Deskripsi
Strategi
Pelaksanaan
WAKTU
PIC
Januari Februari Maret
I II III IV I II III IV I II III IV
1. Meeting • Undangan meeting
• mengedarkan undangan
• menyusun agenda meeting Sopian
Martha
2. Menyusun proposal • Mengumpulkan bahan terkait topik
• mendiskusikan isi proposal
• menyusun proposal
• konsultasi proposal
3. Memilih tokoh keperawatan • Identifikasi tokoh keperawatan di Indonesia
• menentukan profil tokoh
• melakukan pendekatan dengan tokoh
• menentukan waktu interview
4. Persiapan • Menentukan budget
• menentukan sarana pendukung
• menentukan tempat, waktu wawancara
• menyusun materi interview
• menetukan bentuk ucapan terima kasih
5 Menentukan Anggaran • Menentukan budget
• Sumber dana
• Laporan keuangan
6 Pelaksanaan • Menetukan waktu
• menentukan akomodasi
• menentukan uniform
• menentukan dokumentasi
7 Laporan • mengumpulkan data
• mengolah data
• menganalisa data
• menyimpulkan data (laporan)
MATERI INTERVIEW
a.Mengawali interview kita hari ini, kami ingin ibu bercerita perjalanan karier ibu di dunia keperawatan? (pendidikan, organisasi, praktek keperawatan...)
b.Sehubungan dengan topiK interview kita hari ini adalah otonomi keperawatan di Indonesia. Bagaimana menurut ibu otonomi perawatan di Indonesia saat ini?
c.Bagaimana hubungan antara tingkat pendidikan dengan otonomi keperawatan?
d.Sudah adakah upaya dari PPNI untuk memperjuangkan otonomi keperawatan ?
e.Bagaimana lingkup batasan kemandirian perawat saat ini?
maksud kami, adakah batasan dari PPNI dalam hal praktek keperawatan, yang seharusnya dijalankan oleh perawat?
f.Menurut ibu apa yang harus kami lakukan untuk memperjuangkan otonomi keperawatan di Indonesia?
g.Menurut pendapat ibu, bagaimana perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini (kaitannya dengan otonomi dalam menjalankan praktek keperawatan)?
h.Adakah hubungan antara S.I.P dan S.I.K kaitannya dengan otonomi keperawatan?
i.Bagaimana keabsahan dari beberapa rekan perawat yang membuka praktek, layaknya seorang dokter? apakah itu dapat dikatakan sebagai bentuk otonomi?
j.Bagaimana saran ibu bagi perawat dimasa mendatang?
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 3/SoN/Candle/2008 Karawaci, 28-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan Maaf dan Pembatalan Wawancara
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Ratna Sitorus, SKp. M. App. Sc
Staff Pengajar FIK-UI
Salemba
Dengan hormat,
Sehubungan karena terjadi kesalahpahaman didalam kelompok kami, sehingga rencana yang awalnya akan mewawancarai Ibu menjadi batal. Melalui surat ini, kami datang untuk memohon maaf atas kesalahan yang telah kami perbuat. Setelah kami melakukan evaluasi, kekeliruan yang terjadi adalah adanya perbedaan persepsi terhadap waktu yang salah, namun kami mengakui hal tersebut murni kesalahan kelompok. Dari kejadian ini kami memetik pelajaran terkait materi Leadership & Management, dalam pengorganisasian, waktu dan konfirmasi ulang merupakan suatu komponen terpenting dan merupakan kunci kesuksesan dari seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan. Kami berharap kesalahan yang sama tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Besar harapan kami, kiranya Ibu masih berkenan bekerjasama dengan kami selaku mahasiswa School Of Nursing Universitas Pelita Harapan.
Demikian kiranya surat permohonan maaf dan pembatalan ini kami sampaikan, atas pengertian dan kebaikan ibu, kami mengucapkan banyak terima kasih.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat kami,
Ketua Sekretaris,
Sopian Hadi Martha Lowrani Siagian
KELOMPOK CANDLE
MAHASISWA SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Lippo Karawaci, Tangerang 15811
No. : 2/SoN/Candle/2008 Karawaci, 27-Februari-2008
Perihal : Surat Permohonan
Lampiran : 1 lembar
Yth.
DR. Budiana Keliat, SKp.
Staff Pengajar FIK-UI
Depok
Dengan hormat,
Sehubungan dengan mata kuliah Leadership dan Management pada semester III untuk Conversion Program School Of Nursing Universitas Pelita Harapan, dalam hal ini, mahasiswa diminta bergabung dalam suatu tim kerja yang terdiri atas lima orang mahasiwa. Dimana tim kerja yang telah terbentuk akan mengerjakan sebuah proyek dari beberapa tema yang berbeda namun telah ditentukan tema yang akan dipilih dan dikerjakan oleh masing-masing tim kerja tersebut. Adapun tema yang telah ditentukan untuk kelompok tim kerja kami, yang kami beri nama ‘Candle’ adalah : “Mewawancarai seorang tokoh masyarakat atau tokoh pemimpin dalam dunia keperawatan.” Untuk itu kami mohon kesediaan ibu untuk diwawancarai. Adapun hasil proyek tersebut akan disajikan dan dikumpulkan dalam bentuk suatu makalah akhir yang komprehensif.
Demikian kiranya surat permohonan ini kami sampaikan. Terima kasih atas kesediaan ibu untuk berpartisipasi dalam kegiatan kami tersebut.
Kiranya Tuhan Memberkati kita semua.
Hormat saya, Mengetahui,
Ketua Dosen Pengajar Leadership & Management
Sopian Hadi D. Tjakraprawira,MA-NA
NURSING LEADERSHIP AND MANAGEMENT
LAPORAN KEGIATAN
“WAWANCARA TOKOH DALAM BIDANG KEPERAWATAN”
DISUSUN OLEH :
“CANDLE”
Ketua : Sopian Hadi
Sekretaris : Martha L. Siagian
Bendahara : Marsaulina Manjorang
Dokumentasi : Eleonora Parangin-angin
Siti Zaenab
SCHOOL OF NURSING
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
Karawaci, April 2008
KATA PENGANTAR
Keperawatan di Indonesia terus mengalami proses perkembangan menuju “Keperawatan Profesional” sesuai kesepakatan dalam lokakarya nasional keperawatan tahun 1983 yang telah menerima perawat sebagai profesi. Sejak saat itu berbagai upaya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan dan Organisasi Profesi Perawat (PPNI), diantaranya mengembangkan pendidikan keperawatan, mengembangkan standar praktik keperawatan, dan mengadakan pelatihan tenaga keperawatan. Semua upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme keperawatan, agar mutu asuhan keperawatan dapat ditingkatkan.
Profesionalisme keperawatan sangat diperlukan dalam kemandirian praktek keperawatan, meskipun pada kenyataannya tidak mudah diwujudkan. Secara histori, keperawatan di Indonesia merupakan profesi yang berada dalam posisi yang terjepit antara manager dan dokter. Manager mengharuskan perawat mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan, sementara dokter meminta perawat membantunya menyelesaikan suatu prosedur/menjalankan instruksi dokter. Sehingga perawat tidak menjalankan proses secara sistematis yang merupakan bentuk otonomi profesionalisme dari praktek keperawatan.
Laporan wawancara dengan tokoh dalam bidang keperawatan ini, akan menggambarkan pendapat mereka tentang otonomi perawat dalam praktek keperawatan di Indonesia. Meskipun tidak dapat memberikan gambaran secara keseluruhan, akan tetapi dapat mewakili kondisi perkembangan keperawatan di Indonesia saat ini, dalam konteks otonomi.
Kelompok mengucap syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena akhirnya laporan wawancara dengan tokoh dalam bidang keperawatan dapat disusun dan dilaporkan dalam bentuk makalah. Pada kesempatan ini pula, kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Barbara J. Simsen….., selaku direktur School Of Nursing- Universitas Pelita Harapan, Karawaci-Tangerang.
2. D. Tjakraprawira, MA-NA, selaku dosen pengajar mata kuliah Leadership & Management.
3. DR. Budiana Keliat, S. Kep., selaku Staff Pengajar FIK-UI Depok, dalam hal ini sebagai tokoh keperawatan dalam pendidikan yang diwawancarai.
4. Ns. Siti Khomariah, S. Kep, selaku direktur keperawatan RS. Siloam Karawaci, dalam hal ini sebagai tokoh keperawatan dalam klinikal yang diwawancarai.
5. Yenny Nova Wijayanti, Amd. Kep, selaku rekan mahasiswa atas bantuannya dalam proses pendokumentasian.
6. Kelompok Candle, atas kerjasama dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas
Semoga laporan wawancara ini bermanfaat bagi pengembangan otonomi keperawatan dalam praktek profesional.
Karawaci, April 2008
”Candle”
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi telah memberi dampak positif bagi seluruh profesi kesehatan untuk selalu berupaya meninkatkan kinerja profesionalnya dalam berkontribusi terhadap berbagai kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan makin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan.
Profesi keperawatan sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan juga terus mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Salah satu tantangan profesionalisme yang ingin diwujudkan adalah otonomi, karena otonomi merupakan elemen penting bagi keperawatan profesional.
Otonomi berarti seseorang secara rasional memiliki kemandirian dan pengaturan diri sendiri dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan. (Potter&Perry, 2005). Dengan meningkatnya otonomi maka meningkat pula tanggung gugat dan tanggung jawab. Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab secara professional dan hukum akan tipe dan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Di Indonesia pada saat ini perkembangan profesi keperawatan belum dapat dikatakan menggembirakan, ini dapat dilihat dari minimnya otonomi perawat dalam praktek keperawatan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan untuk meningkatkan otonomi melalui peningkatan profesionalisme.
Dalam memenuhi tugas mata kuliah Leadership & Management, dimana kelompok mendapat tugas melakukan wawancara dengan tokoh keperawatan, kelompok sepakat untuk melakukan wawancara terhadap DR. Budiana Keliat, S. Kep, seorang pakar perawat kesehatan jiwa dan dosen tetap Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia (UI) serta melakukan wawancara dengan Ns. Siti Khomariah, S. Kep, direktur keperawatan Siloam Hospitals Lippo Karawaci, dengan tema “otonomi”. Kelompok ingin mengidentifikasi perspektif tokoh-tokoh tersebut tentang otonomi keperawatan di Indonesia.
Susunan makalah ini mengacu pada panduan laporan tugas Leadership & Management yang terdiri dari kata pengantar, daftar isi, Bab. I. Pendahuluan (latar belakang, tujuan, visi, misi), Bab. II. Pembahasan (prinsip-prinsip Leadership dan nilai-nilai yang dipakai, prosedur pelaksanaan, hambatan, hasil proyek, evaluasi antar tim, evaluasi proyek), Bab.III. Kesimpulan dan saran, lampiran dan daftar pustaka.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat mengaplikasikan teori Leadership & Management dibangku kuliah dalam praktek keperawatan.
2. Tujuan Khusus
• Setelah menyelesaikan mata kuliah Leadership & Management serta melakukan wawancara dengan tokoh keperawatan, kelompok mampu meningkatkan profesionalisme dalam praktek keperawatan.
• Mahasiswa mengetahui upaya-upaya untuk meningkatkan otonomi keperawatan.
• Mahasiswa mengetahui profesionalisme dengan otonomi dalam praktek keperawatan.
• Mahasiswa mampu menganalisa data untuk menghasilkan sebuah produk berupa makalah.
C. VISI DAN MISI
VISI : menjadi pemimpin yang berkarakter, berwawasan luas dan berdampak bagi banyak orang.
MISI : mewujudkan profesionalisme keperawatan, melalui peningkatan pendidikan keperawatan yang berkesinambungan, meningkatkan paktek keperawatan melalui pelatihan, meningkatkan aktualisasi diri, dan kecintaan terhadap profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
Leadership adalah mengenali diri sendiri, memiliki visi yang dapat dikomunikasikan dengan baik, membangun kepercayaan bersama teman sejawat dan melakukan tindakan yang efektif untuk mengaplikasikan, menerapkan kemampuan memimpin (Bernard & Walsh, 1990). Leadership tidak dapat diajarkan, tetapi hanya dapat dipelajari dengan keyakinan, bahwa setiap manusia adalah pemimpin baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun organisasi. Dengan demikian, maka leadership dapat dipelajari dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan yang dapat digunakan dalam suatu organisasi, yaitu : otokratik, demokratik, dan laissez faire. Sedangkan gaya kepemimpinan yang kami terapkan dalam menyelesaikan proyek ini adalah demokatik, yang menekankan pada kemampuan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan demokratik memiliki cirri-ciri bahwa wewenang pimpinan tidak mutlak, pemimpin bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada anggota, keputusan dibuat bersama, terjalin komunikasi yang timbal-balik antara pemimpin dan anggota, pengawasan dilakukan secara wajar dan tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama. Teori demokratis menyadari sepenuhnya bahwa pemimpin tidak akan berhasil tanpa dukungan dari bawahan dalam mengambil keputusan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Selain gaya kepemimpinan diatas, kelompok juga menggunakan wawancara secara terstruktur untuk mengkaji perspektif tokoh masyarakat dalam bidang keperawatan tentang otonomi. Pertanyaan yang sudah dipersiapkan ditanyakan secara langsung kepada tokoh masyarakat tersebut. Wawancara disusun dalam bentuk pertanyaan kalimat terbuka yang memungkinkan kelompok memperoleh informasi yang luas.
A. Prosedur Pelaksanaan
Setelah menerima penugasan dari dosen, kelompok mulai melakukan pengorganisasian dan menyusun kerangka kerja, dengan tahapan sebagai berikut : Pembentukan struktur organisasi, dengan susunan sebagai berikut; ketua : Sopian Hadi, sekretaris dan humas : Martha L. Siagian, bendahara : Marsaulina Manjorang, dokumentasi dan pelaksanaan : Eleonora Parangin-angin dan Siti Zaenab.
Membuat nama kelompok : nama kelompok yang disepakati adalah “candle” yang bermakna memberikan terang dalam kegelapan dan rela berkorban untuk orang banyak.
Selanjutnya, menentukan schedule dan membuat agenda meeting supaya kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Setelah kelompok membuat kesepakatan tokoh yang akan diwawancarai, langkah selanjutnya adalah menghubungi, melakukan konfirmasi kesediaan tokoh tersebut, dan mengatur perjanjian waktu untuk interview. Kemudian kelompok melakukan survey tempat dan membuat surat ijin wawancara.
B. Pelaksanaan
Wawancara dilakukan pada tanggal 26 Februari 2008 dan 5 Maret 2008 terhadap dua tokoh masyarakat dalam bidang keperawatan, yaitu : DR. Budiana Keliat, S. Kep dan Ns. Siti Khomariah, S. Kep. Wawancara pertama berlangsung di Fakultas Ilmu Keperawatan UI-Depok, di kantor DR. Budiana Keliat, S. Kep jam 09.00 WIB yang berlangsung selama 30 menit. Sedangkan wawancara yang kedua bertempat di RS. Siloam Karawaci, di ruang divisi keperawatan Ns. Hj. Siti Khomariah, S. Kep jam 17.00 WIB selama 60 menit. Proses wawancara didokumentasikan dalam bentuk video dan tape recorder. Pertanyaan diajukan sesuai list, dengan menggunakan kalimat terbuka (oppen-ended question). Hasil wawancara dilaporkan secara tertulis dan gambar, serta dipresentasikan sebagai bentuk tanggung jawab laporan kelompok.
C. Kendala
Banyak kendala yang ditemui kelompok selama proses wawancara, namun berkat kerjasama dan kesabaran seluruh anggota kendala dapat dilalui dengan baik. Salah satu kendala yang paling berarti, yang kami temui adalah kesalahan komunikasi dalam menetukan jadwal pertemuan dengan salah satu nara sumber. Perjanjian dibuat melalui sms, schedule yang disepakati adalah hari rabu 26 Februari 2008, namun kami tidak melakukan pengecekan ulang pada kalender, bahwa hari rabu adalah tanggal 27 Februari 2008. Hal ini menimbulkan masalah yang cukup membuat kelompok stress, karena nara sumber tidak bersedia diwawancarai pada saat itu, dan menunda sampai pada batas waktu yang belum dapat ditentukan. Kemudian kami melakukan meeting insidentil yang dilakukan pada malam hari. Dalam meeting tersebut, kelompok membuat kesepakatan untuk mencari tokoh pengganti, pilihan jatuh kepada DR. Budiana Keliat, S. Kep. dan Puji Syukur pada Tuhan, bahwa beliau bersedia untuk diwawancarai pada tanggal 27 Februari 2008, sehingga wawancara dapat dilaksanakan sesuai jadwal.
E. Hasil kerja proyek
Wawancara dilakukan terhadap 2 orang tokoh keperawatan, yaitu DR. Budiana Keliat, S. Kep. bertempat di Depok, dan Ns. Hj. Siti Khomariah, S. Kep bertempat di Karawaci. Setelah melakukan wawancara terhadap tokoh bidang pendidikan dan rumah sakit, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya otonomi itu ada tetapi tergantung pada kemampuan dan kemauan perawat untuk melakukannya. Sebagai perawat hal terpenting yang harus dilakukan untuk mewujudkan otonomi tersebut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesionalisme perawat.
F. Evaluasi
Selama proses wawancara, tim tidak menemukan kendala dan wawancara berjalan lancar, tepat waktu dan semua anggota tim terlibat di dalam proses wawancara, begitu juga dengan tokoh yang diwawancarai DR. Budiana Keliat, S. Kep. dan Ns. Hj. Siti Khomariah, S. Kep. tampak begitu antusias di dalam menjawab pertanyaan. Kedua nara sumber juga mengatakan kesediaannya untuk memberikan atau membagikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang mereka milik, kapan saja jika UPH khususnya SoN memererlukan. Nara sumber mengatakan berkenan hadir jika suatu saat diundang sebagai pembicara dalam suatu seminar keperawatan, ataupun kelompok diskusi kecill seperti Candle.
EVALUASI
Evaluasi antar anggota kelompok :
1. Sopian Hadi, selaku ketua menggunakan tipe kepemimpinan yang demokratik, dalam mengambil keputusan melibatkan tim, berperan aktif dalam melakukan suatu musyawarah untuk mecapai tujuan kelompok, serta mampu bekerja sama antar anggota kelompok.
2. Martha Siagian, selaku sekretaris dan humas dalam setiap meeting selalu membuat notulen hasil rapat, daftar hadir lengkap, dan hasilnya diketik rapih, diketahui dan dilaporkan kepada ketua dan anggota. Humas, dengan aktif melakukan double check untuk setiap program wawancara yang akan dilaksanakan, dan melakukan konfirmasi ulang, dalam bentuk telephone atau pesan singkat (sms).
3. Marsaulina Manjorang, selaku bendahara aktif mengajak semua kelompok untuk berdiskusi dalam menentukan sejumlah dana yang akan diperlukan, mencari sumber dana, melakukan pencatatan untuk setiap pemasukan dan pengeluaran dengan sangat teliti.
4. Eleonora Parangin-angin dan Siti Zaenab, selaku sie dokumentasi, dengan selektif memilih sarana dan prasarana yang akan dibutuhkan dalam proses wawancara, dengan aktif melakukan pengorganisasian dan penyusunan tugas-tugas dalam kelompok, dan mencari sumber-sumber yang terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Benhard, L.A., & Walsh, M. C. (1990). Leadership, the key to the professionalization of nursing. USA : Mosby
Moeljono, D. (2003). Beyond leadership 12 konsep kepemimpinan. Jakarta : Gramedia
Nursalam, M. (2002). Manajemen keperawatan, aplikasi dalam praktek keperawatan professional. Jakarta : Salemba Medika
Potter, A. P., & Perry, G. A. (2005). Fundamental keperawatan konsep, proses, dan praktik, edisi 4 vol. 1. Jakata : EGC
Swansburg, R. C. (1990). Management and leadership for nurse manager. England : Jones and Bartlett
Lanpiran
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 16 Januari 2008
Waktu / Tempat : 11.10-12.15 / SON Lt. V
Topik : Rencana proyek wawancara tokoh bidang keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Menentukan struktur organisasi
• Mendiskusikan nama kelompok
• Memilih kira-kira topik apa yang
akan dibahas dalam sesi wawancara
• Menyusun agenda meeting (memutuskan
bahwa akan diselenggarakan meeting rutin tiap 2 minggu, dan dapat diadakan meeting insidentil apabila diperlukan
Seluruh anggota
(Sopian)
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 23 Januari 2008
Waktu / Tempat : 16.15-18.20 / SON Lt. V
Topik : Sketsa proposal dan memilih tokoh keperawatan yang akan diwawancarai
No. Description P.I.C.
1. • Mencari tahu kira-kira topik apa yang sedang marak dibicarakan dalam dunia keperawatan saat ini, yang sekiranya akan diangkat dalam sesi wawancara
• Memilih dan menentukan tokoh keperawatan yang akan diwawancarai
• Membuat proposal proyek
• Menentukan perkiraan budgeting / anggaran
(Sopian)
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 6 Februari 2008
Waktu / Tempat : 16.00-19.00 / Dormitory SON
Topik : Menentukan pelaksanaan wawancara terhadap
tokoh keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Membuat tanggal dan waktu pelaksanaan wawancara tokoh keperawatan.
• Melakukan pendataan terhadap tokoh keperawatan yang akan diwawancarai
• Memilih dan menentukan bentuk kenang-kenangan yang akan diberikan kepada nara sumber
• Mencari persiapan dan perlengkapan untuk interview
• Membuat daftar pertanyaan untuk bahan atau materi wawancara
Martha
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Selasa , 20 Februari 2008
Waktu / Tempat : 16.30-17.30 / SON Lt. V
Topik : Persiapan keberangkatan wawancara terhadap
tokoh keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Membeli kenang-kenangan yang akan diberikan pada tokoh keperawatan
• Memilih uniform yang akan dikenakan pada saat proses wawancara
• Menentukan tempat pertemuan bersama dengan kelompok pada saat keberangkatan
Siti Zaenab
dan
Eleonora
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Selasa , 26 Februari 2008
Waktu / Tempat : 19.00-23.30 / Kediaman masing-masing anggota
Topik : Meeting insidentil – terhadap perubahan tokoh keperawatan yang akan diwawancara (melalui telephone rumah dan seluler)
No. Description P.I.C.
1. • Melakukan konfirmasi ulang terhadap kesediaan, waktu, tempat, dan tanggal pada nara sumber
• Melakukan permohonan maaf dan pembatalann pada nara sumber, akibat adanya misunderstanding
• memikirkan untuk pencarian nara sumber yang lain dengan segera
• Menentukan nara sumber yang terbaru
• menghubungi nara sumber sekaligus mengatur kesepakatan perjanjian wawancara
• Menghubungi setiap anggota untuk pemberitahuan dan informasi terbaru
• Mengatur waktu pertemuan untuk persiapan, keberangkatan dan pelaksanaan wawancara sesuai waktu yang telah ditentukan dengan nara sumber yang baru
Eleonora
dan
Martha
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu , 27 Februari 2008
Waktu / Tempat : 10.30-11.30 / Taman kampus fakultas keperawatan UI-Depok
Topik : Menganalisa secara singkat hasil wawancara
No. Description P.I.C.
1. • Mengumpulkan semua data
• mengolah data
• menganalisa data
Eleonora
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 27 Februari 2008
Waktu / Tempat : 16.30-17.00 / SON Lt. V
Topik : Melaporkan hasil pelaksanaan dan perubahan nara sumber Persiapan keberangkatan wawancara terhadap
tokoh keperawatan
No. Description P.I.C.
1. • Melaporkan adanya perubahan untuk nara sumber
• Melaporkan pelaksanaan kegiatan
• Merencanakan untuk mengatur surat permohonan maaf dan kenang-kenangan sebagai ucapan minta maaf
Siti Zaenab
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 19 Maret 2008
Waktu / Tempat : 11.30-12.30 / Lounge FK – UPH/SON Lt. II
Topik : Konsultasi dalam pembuatan makalah
No. Description P.I.C.
1. • Menentukan sistem pembagian tugas
• Pembuatan makalah tentang Leadership & Management
• Melakukan konsultasi dengan dosen pengajar
• Evaluasi Budget yang ada
• Mencari sumber-sumber yang diperlukan (library, internet)
Sopian
NOTULEN MEETING
Hari / Tanggal : Rabu, 2 April 2008
Waktu / Tempat : 15.30-20.30 / SON Lt. V
Topik : Pembuatan modul makalah
No. Description P.I.C.
1. • Pembahasan semua tugas sesuai dengan bagian dan tanggung jawab masing-masing
• Mulai menyusun sebuah makalah sesuai dengan guide line yang ada
• melakukan pendokumentasian untuk selanjutnya diketik dengan rapih
Sopian dan sekretaris
DAFTAR ABSENSI MEETING
Group “CANDLE”
No.
Tanggal
Nama
Paraf
DAFTAR KEUANGAN KELOMPOK "CANDLE"
Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo
20-02-2008 Iuran Wajib Anggota : 150. 000
Sopian Hadi 150.000
Martha Siagian 150. 000
Siti Zaenab 150. 000
Marsaulina 150. 000
Eleonora 150. 000 750. 000
27-02-2008 Donator 300. 000 1.050.000
23-02-2008 Membeli 2 bh Souvenir pada nara sumber @ 300.000 600. 000
26-02-208 Membeli kaset u/ Handycam 35. 000
Membeli kaset u/ tape recorder 9. 000
Membeli kue u/ nara sumber 98.200 742.200 (i)
27-02-2008 Transportasi dan Akomodasi :
Taxi (Karawaci-Depok) 120. 000
Tol (Karawaci-Depok) 16. 000
Makan pagi di Depok 40. 000
Ongkos Bus (Depok-Slipi) u/ 6 orang @ 5000 30. 000
Taxi (Slipi-Karawaci) 60. 000
29-02-2008 Membeli kue u/ nara sumber 82.500
Bensin 11.500 360. 000 (ii)
Total Pengeluaran (i) + (ii) 1.102.000
7-04-2008 Iuran tambahan dari kelompok 52.200
Total 1.154.000 1.154.000 0
STUDY KASUS PADA Tn. A DENGAN MYOCARDIAL INFARCTION & HIPERTENSI
STUDY KASUS PADA Tn. A DENGAN MYOCARDIAL INFARCTION & HIPERTENSI DI RUANG ACCIDENT & EMERGENCY SILOAM HOSPITAL LIPPO KARAWACI 2008
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan problema kesehatan utama dinegara maju dan berkembang, sehingga menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia begitu juga di Indonesia , baik untuk laki-laki maupun untuk wanita.. Angka kesakitan dan kematian meningkat tajam dalam dua tahun terakhir. Penelitian epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara penyakit kardiovaskuler dengan pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, hiperkolesterol, hipertensi, stress, emosi, exercise yang kurang serta kebiasaan lainnya.
Menurut data dari WHO, pada tahun 2005, 17,5 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler atau 30 % dari kematian diseluruh dunia, serta 7,6 juta orang mati akibat serangan jantung.. Diperkirakan pada tahun 2015, orang yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler akan meningkat menjadi 20 juta orang. (www.who.int, 2008). Sedangkan di Indonesia data yang disampaikan DepkesRI, dari seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia , kematian akibat kardiovaskuler tahun 2005 mencapai 16,7 % (DepkesRI, 2008)
Myocardial Infarction merupakan penyakit kardiovaskuler dimana terjadi gangguan atau berkurangnya aliran darah atau suplai darah arteri koroner yang mengakibatkan necrosis dari jaringan myocardial.
Sedangkan hipertensi juga termasuk penyakit kardiovaskuler, dimana tekanan darah siastolik diastolik selalu diatas 140/90 mmHg pada pengukuran kedua lengan dan dilakukan dua kali pengukuran.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pada study kasus ini adalah sebagai salah satu syarat mata ajaran keperawatan klinis 4 :bidang kekhususan, disamping itu juga agar penulis lebih memahami lagi tentang penyakit Miokardial infarction dan hipertensi.
PEMBAHASAN/ ISI
A. MIOKARD INFARK
Menurut The Framingham Heart Study (1999), mendapatkan hubungan antara miokard infark dengan tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan
darah diastolik 90-104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg,
sedangkan pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart
(1979 & 1982) juga memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan
resiko mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari Diastolik terjadi
bersamaan maka akan menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita
yang tekanan darahnya normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan
bahwa kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik
dibandingkan Tekanan darah Diastolik saja.
Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard
infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat-
obatan dalam jangka panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan
usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah yang normal
merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan
alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang
berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan
dengan Tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk.
Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung
rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi
penurunan angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat hasil dari
deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah koroner serta
penurunan angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat hasil dari
deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah koroner serta
perubahan kebiasaan merokok.
Miokard infark adalah kondisi patologis arteri koroner yang ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa didinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung.
Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen oksiggeen beerkepanjangan (Corwin, E. 2000: 367).
Faktor-faktor resiko miokard infark
Faktor resiko yang dapat menyebabkan moikard infark terbagi dalam dua bagian, yaitu factor yang dapat di kontrol dan yang tidak dpat di kontrol. Faktor yang dapat dikontrol seperti hiperkolesterol, hipertensi, merokok, dibetes mellitus, obesitas, in aktifitas fisik, kepribadian tipe A (orang yang bekerja dengan penuh ketegangan, stress serta penuh tantangan) serta kontrasepsi oral. Sedangkan faktor yang tidak dapat di kontrol seperti usia, jenis kelamin, geografis, ras dan keturunan
1. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat MI.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat
dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai
meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.
Pada perempuan sebelum menopause ( 45 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki
dengan umur yang sama. Tetapi setelah menopause menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki karena kadar kolesterol perempuan meningkat
.
2. Jenis kelamin.
Perempuan akan lebih kebal terhadap penyakit ini sampai dengan menopause, ini di duga disebabkan efek perlindungan hormone estrogen. Di Amerika Serikat gejala miokard infark sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko 2-3 kali lebih besar dari perempuan.
3. Geografis.
Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling
rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko MI meningkat pada orang jepang
yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia. Hal ini menunjukkan faktor
lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada genetik.
4. Ras
Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk negro), didapatkan resiko pada non caucasia kira-kira separuhnya.
5. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam
susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung
lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan
orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang
rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko yang lebih rendah dari pada
Amerika.
6. Obesitas.
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 %
pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan
hiperlipidemia. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL
kolesterol . Resiko jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal.
7. Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi
penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko
PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya
menjadi 2x lipat.
8. Exercise.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol
koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru, Membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan kesegaran jasmani. dan pemberian 02 ke miokard serta menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol.
9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya.
Dua macam perilaku seseorang yaitu : Tipe A
dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif,
ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu . Resiko pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban
serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress.
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1
1/2 X lebih besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan
darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
II. Keturunan
Menurut Prof. Robert Chilton, dari University of Texas Health Science Center, San Antonio, Texas: “ seorang pasien beresiko 3x lipat mengalami penyakit jantung, jika salah satu orang tua memiliki riwayat penyakit jantung”. (Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST , Mei 2008).
Patofisiologi
Bersatunya ateroma atau plak pada intima arteri besar yang dapat pembentukan thrombus. Sebagian thrombus dapat pecah dan masuk ke aliran darah dehingga menyumbat arteri dan kapiler, hal ini dapat membuat supply ke otot jantung terganggu. Penurunan aliran jantung juga mungkin disebabkan terjadi penyempitan kritis arteri koroner oleh aterosklerosis atau sumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus, disamping itu juga syok dan perdarahan diduga ikut berperan di dalam membuat penurunan aliran darah koroner. Hal ini akan membyat suplai dan kebutuhan jantung terjadi ketidakseimbangan.
Manifestasi klinis dari pada infark miokard adalah nyeri dada spontan dan terus menerus di bagian bawah sternum dan perut atas. Rasa nyeri tajam, berat, menyebar ke bahu, lengan, dagu dan leher, nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing, palpitasi. Tidak seperti angina, nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kerja berat atau emosi) . nyeri berlangsung lebih dari 30 menit, beberapa jam kadang sampai beberapa hari. Nyeri tidak hilang dengan istirahat ataupun nitrogliserin. Pada beberapa kasus, pasien mengeluh seperti gangguan gastrointestinal (mual & muntah), ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eva Rosita Dewi di RS. Malang pada tahun 2000, dari 111 pasien, 84% mempunyai keluhan dyspepsia, seperti mual, muntah dan nyeri ulu hati. (Eva Rosita Dewi, 2000).
Kriteria diagnosis menurut WHO, terbagi dalam 3. Pertama keluhan yang spesipik seperti diatas, kedua perubahan gambar Electrocardiogram (ECG) dengan peninggkatan gelombang ST dan gelombang Q patologi yang berarti adanya necrosis (ST Elevasi Miokard Infark/STEMI), serta Non STEMI yang berarti tidak disertai gelombang Q patologi karena infark tidak sampai kea rah endocard. Ketiga adalah perubahan kadar enzyme jantung, dimana creatin kinase dengan isoenzimnya (CK,CK-MB) di pandang sebagai indicator yang paling penting dan sensitive dan dapat dipercaya dianatara semua enzyme jantung dalam menegakkan miokard infark. CK-MK akan menigkat jika ditemukan kerusakan.
PENGOBATAN
Pengoabatan didasarkan pada tiga kelas yang biasa di gunakan untuk meningkatkan suplai oksigen, vasodilator (khususnya nitrat), anti koagulan dan trombolitik.
Pada umumnya, pasien datang dengan keluhan nyeri yang hebat, Analgetik dapat menghilangkan nyeri namun tidak diketahui apakah bisa memperbaiki aliran darah koroner secara langsung. Pilihann yang tepat adalah Morphine Sulfate 4-8 mg IV dengan interval 5 – 15 menit. Morphi sulfate di kombinasikan dengan Vasodilator.
Vasodilator (nitrogliserin). Dosis yang diperlukan dalam mengurangi nyeri berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya maka pemberian nitrogliserin didasarkan pada jumlah yang mampu menghilangkan nyeri. Tetapi tetap ,\mempertahankan tekanan systole. Pada umunya nitroglycerin dapat diberikan sublingual, topically atau IV jika respun in adekuat (mulai dengan 5-10 mcg/ menit. Nitrogliserin bekerja dengan mendilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung serta mengurangi beban kerja jantung, maka penurunan darah merupakan hasil yang diharapkan , mengingat nitrogliserin juga bekerja pada arteri dan menyebabkan penurunan tekanqan darah sistemik.
Antikoagulan. Heparin bekerja dengan memperpanjang masa pembekuan darah sehingga memungkinkan mengurangi pembentukan thrombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah. Heparin sangat effektif untuk MI, ini berdasarkan penelitian Karl Andersen, dkk tahun 1998, dari 324 pasien dengan pengobatan menggunakan heparin dapat menurunkan angka kematian.
Trombolitik. Berguna didalam melarutkan setiap thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan luasnya infark. Diberikan pada pasien dengan elevasi segment ST >1 mm, dan lebih baikm diberikan pada 3 jam pertama, tidak diberikan setelah 12 jam serangan dari nyeri dada karena tidak efektif. Streptokinase juga merupakan bagian dari trobolitik yang sering digunakan, walaupun terdapat juga aktifator plasminogen jaringan dan anistreplase. Streptokinase bekerja secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah tubuh, meskipun obat ini terbukti efektif melarutkan bekuan darah, tetapi ada resiko untuk terjadi perdarahan sistemik, serta reaksi alergi.
Antiplatelet (aspirin) 162 mg sampai dengan325 mg peroral sehari
Beta bloker ( metoprolol 3-5 mg bolus dengan interval waktu 2 menit, ini bertujuan untuk menurunkan heart rate kurang dari 70 kale/ menit.
Pembedahan ataupun reperfusion therapy Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Penelitian yang dilakukan Frederic Kontny, tahun 2000 di RS. Universitas Aker terhadap 740 pasien dengan MI fase tidak akut, 35,2 % dilakukan tindakan invasive atau pembedahan dan 18,9 % tidak, menunjukan angka kematian pada pasien yang dilakukan tindakan bedah/ PCI hanya 1.7%, sedangkan pada pasien yang tidak dilakukan PCI atau bedah mempunyai angka kematian 2,1%. Tetapi PCI dilakukan jika pasien tidak dalam fase akut dan penggunaan obat-obatan tidak membantu didalam mengatasi aliran darah koroner. PCI dapat memecahkan plak/ ateroma yang tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung.
HIPERTENSI
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang semua kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.
Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6-15%, sedang di negara maju mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik. Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah Kegagalan jantung 45%, Miokard Infark 35% cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita
Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi.
WHO (World Health Organization), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin.
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan).
Hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.
Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah terjadi dimulai saat terbentuknya angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin I dibentuk oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE berperan penting didalam mengatur tekanan darah di ginjal, renin akan diubah menjadi angiotensin I oleh hormone. Diparu oleh ACE, Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II, melalui angiotensin II tekanan darah ditingkatkan melalui pengingkatan hormone Anti Diuretik Hormon (ADH ). ADH di produksi dihipotalamus, tetapi bekerja di ginjal dengan mengatur osmolaritas dan volume urin sehingga jika ADH meningkat, akan membuat sedikit urin yang dieksresikan keluar tubuh, sehingga urin jadi pekat dan osmolaritasnya tinggi. Untuk mengencerkannya maka akan menarik cairan dari intraseluler ke ekstraseluler sehingga membuat volume darah meningkat yang membuat tekanan darah juga meningkat. Cara lain peniongkatan tekanan darah dengan menstimulasi sekresi aldosteron di kortek adrenal, aldosteron juga berperan penting di ginjal, bekerja dengan mengurangi ekskresi kalium dan natrium dengan mengabsorpsinya dari tubulus ginjal, naiknya konsentrasi natrium kalium akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang akan meningkat pul tekanan darah.
Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. komplikasiDampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
PENGOBATAN
TINJAUAN KASUS
Saat melakukan praktek klinis di Accident & Emergency (AE) Siloam Hospital Lippo Karawaci tanggal 08 September 2008, ditemukan kasus yaitu Tn “A” umur 54 tahun dengan diagnosa medik Miokard Infark dengan riwayat Hipertensi. Tn A datang dengan berteriak-teriak sambil memegang dadanya, tampak bajunya basah karena keringat dan mengeluh berkeringat dingin disertai kesulitan bernafas.
PENGKAJIAN
Data Subjektif:
Menurut istrinya, Tn A nyeri dada hebat seperti ditindih benda berat sejak 1 jam yang lalu, nyeri menjalar keleher dan punggung, walaupun pasin istirahat, nyeri masih saja menyerang. Pasien juga sulit bernafas. Keluhan ini muncul saat pasien bangun tidur. Menurut istri pasien, selama ini pasien memang mempunyai riwayat darah tinggi.
Data Objektif :
Pasien datang dengan sadar, tapi berteriak-teriak sambil memegang dadanya, keringat dingin sehingga bajunya basah, bibir pucat, menggunakan otot Bantu pernafasan, gelisah, nadi cepat tapi teratur. TD 187/116 mmHg, HR 115 kali/ permenit, Suhu 34,5 C, pernafasan 28 kali/ menit serta SpO2 96 %.Skala nyeri 9/10 (O = tidak nyeri, 10 nyeri hebat), Glasgow Coma Scale 15, pengisian kapiler lebih dari 2 detik, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada, krekels ada, irama jantung cepat dan teratur, ada mual tapi tidak ada muntah dan diare, nyeri ulu hati, bising usus terdengar di 4 quadran dan terdapat nyeri tekan. Hasil ECG : terdapat ST elevasi dan sinus takikardia serta adanya gelombang Q yang menandakan necrosis. Hasil Laboratorium : Troponin T Kwalitatif positif, CK 101 u/l, CK-MB 38,2 u/l, SGOT 18 u/l, SGPT 32 u/l PO2 91 mmHg, PCo2 38,0 mmHg, PH 7,30, HcO3 20,3 mmol/l, Co2 total 21,6 mmol/l dan O2 saturasi 96 %. Hasil Rontgen Dada dalam batas normal.
Diagnosa keperawatan yang muncul
Nyeri dada byang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah koroner.
1.Risiko terjadinya gangguan perfusai jaringan b\yang disebabkan oleh menurunnya curah jantung.
2.Cemas yang disebabkan takut akan ancaman kematian.
3.Potential tidak menjalankan program perawatan diri berhubungan dengan karena pasien menyangkal menderita gangguan Miokard Infark.
Perencanaan & Implementasi keperawatan
Tujuan dari perawatan adalah menghilangkan nyeri dada, kesulitan bernafas, perfusi jaringan adekuat, cemas berkurang serta pasien patuh terhadap program pengobatan.
1.Mengobservasi tanda-tanda vital (tekanan darah , nadi, pernafasan, suhu dan pernafasan).
R/Untuk mengetahui keadaan umum pasien. Pasien MI dapat terjadi peningkatan pola pernafasan, HR dan BP serta suhu tubuh turun karena pasien keringat dingin yang keluar. Pada Tn A didapati TD 187/116 mmHg, HR 115 kali/ menit, suhu 34,5 C RR 28 kali/ menit daN SpO2 96%.
2.Kaji skala nyeri 0 – 10, kualitas, lokasi, lamanya, menjalar tidak, dan factor yang mencetusnya.
R/ karena nyeri pengalaman subjektif, informasi tentang nyeri dapat menegakkan diagnosa MI dan menentukan obat apa yang tepat. Skala nyeri pada Tn A 9/10 (0 = tidak nyeri dan 10 = nyeri hebat), untuk mengatasi nyeri pasien diberikan cedocard 5 mg sublingual, morphin sulfate 2 mg intravena, morphin di encerkan dengan cairan normal saline 0,9 % (1 cc morphin sama dengan 9 cc normal saline)., dilanjutkan d engan pemberian asacrdia 160 mg dan plavix 75 mg peroral, pasien juga diberikan extra OMZ 40 mg intravena dan cedantron 8 mg IV.
3.Memberika oksigen 4 L/ menit untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam sirkulasi dan mengurangi nyeri dada.
4.Pasien di anjurkan istirahat untuk meminimalkan kerja jantung
5.Pasien di berikan posisi semi fowler untuk memaksimalkan pengembangan paru.
6.Membins hubungan saling percaya dengan pasien untuk mengurangi kecemasan, pasien juga dianjurkan untuk mengungkapkan perasaannya, memberikan informasi yang lengkap tentang kondisi dan pengobatan yang dilakukan.
7.Memberikan lingkungan yang tenang dengan menempatkan pasien pada ruang sendiran tanpa ada pasien lain agar dapat m,enurunkan rangsangan eksternal terhadap cemas.
8.Kajidan identifukasikan persepsi apsien terhadap penyakitnya untuk mengetahui dampak penyakit terhadap kondisi psikologis pasien dan mengetahui sikap pasien terhadap penyakitnya.
EVALUASI
Evaluasi merupakan hasil yang diharapkan dari tindakan yang telah dilakukan, berdasar kasus diatas, hasil yang diharapkan pasien melaporkan nyeri hilang, keluhan dalam pernafasan hilang perfusi janringna terpenuhi, cemas berkurang, konplikasi tidak terjadi serta pasien mau mengikuti program pengobatan.
KESIMPULAN
Miokard infark adalah kematian jaringan pada otot jantung yang disebabkan karena berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tersebut, berkurangnya aliran salah satunya disebabkan hipertensi. Pada kasus Tn A, diagnosa medis Miokard Infark dengan riwayat hipertensi.
WHO (World Health Organization), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin.
Penanganan MI secara teori dengan yang terjadi pada kasus Tn A hampir sama, memang ada tindakan yang tidak dilaksanaakan pada kasus, seperti PTCA/ pembedahan secara teori ini dapat dilakukan jika tindakan dengan obat-obatan tidak membantu tetapi ini dikontraindikasikan jika pasien dalam fase akut,Beta Bloker memang penting dalam mengontrol nyeri, tapi mungkin tidak baik bila kontraktilitas miokard sangat terganggu karena inotropik negative dapat lebih menurunkan kontraktilitas.
Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis mengenai terjadinya miokard infark di dasarkan pada kenyataan bahwa tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang atau potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang terutama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan
berulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga masuk kealiran darah, lama kelamaan arteri dan kapiler akan tersumbat, yang menyebabkan suplai oksigen ke otot jantung terganggu.
REFERENSI
1.Corwin, J. E. (2000). Patofisiologi. Jakarta: EGC
2.Depre, C., Vatner, S. F., & Gross, G. J. (2008). Hurst's The Heart: Chapter 54. Coronary Blood Flow and Myocardial Ischemia. Retrieved October 13, 2008, from http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?aID=3053926&searchStr=myocardial+infarction
3.Dewi, E. R. (2000). Jurnal Biomedis, 1-12
4.Kannel, W. B. (2000). The Framingham study. London: Amj Cardiol.
5.Kontny, F. (2000). Clinical Cardiology : Expanding the Horizons in Unstable Coronary Artery Disease, 1-9 – 1-12
6.Karl Andersen et al., (1998). The American Journal of Cardiology, 939-943
7.Mencegah Komplikasi Kardiovaskuler. (2008). Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST, no. 51, Thn VI, p. 40-45
8.Mohler III, E. R & Schafer, A. I. (2008). Atherothrombosis: Disease Initiation, Progression, and Treatment. Retrieved October 10, 2008, from
http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?aID=2135957&searchStr=myocardial+infarction
9.Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner Suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/147_05PenyakitJantungKoroner.pdf/147_05PenyakitJantungKoroner.html
11. The Framingham Heart Study, (1999). Clinical Investigation and Reports : Temporal Trends in Event Rates After Q-Wave Myocardial Infarction. Retrieved October 20, 2008, from
http://www.circ.ahajournals.org/cgi/content/abstract/100/20/2054
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan problema kesehatan utama dinegara maju dan berkembang, sehingga menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia begitu juga di Indonesia , baik untuk laki-laki maupun untuk wanita.. Angka kesakitan dan kematian meningkat tajam dalam dua tahun terakhir. Penelitian epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara penyakit kardiovaskuler dengan pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, hiperkolesterol, hipertensi, stress, emosi, exercise yang kurang serta kebiasaan lainnya.
Menurut data dari WHO, pada tahun 2005, 17,5 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler atau 30 % dari kematian diseluruh dunia, serta 7,6 juta orang mati akibat serangan jantung.. Diperkirakan pada tahun 2015, orang yang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler akan meningkat menjadi 20 juta orang. (www.who.int, 2008). Sedangkan di Indonesia data yang disampaikan DepkesRI, dari seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia , kematian akibat kardiovaskuler tahun 2005 mencapai 16,7 % (DepkesRI, 2008)
Myocardial Infarction merupakan penyakit kardiovaskuler dimana terjadi gangguan atau berkurangnya aliran darah atau suplai darah arteri koroner yang mengakibatkan necrosis dari jaringan myocardial.
Sedangkan hipertensi juga termasuk penyakit kardiovaskuler, dimana tekanan darah siastolik diastolik selalu diatas 140/90 mmHg pada pengukuran kedua lengan dan dilakukan dua kali pengukuran.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pada study kasus ini adalah sebagai salah satu syarat mata ajaran keperawatan klinis 4 :bidang kekhususan, disamping itu juga agar penulis lebih memahami lagi tentang penyakit Miokardial infarction dan hipertensi.
PEMBAHASAN/ ISI
A. MIOKARD INFARK
Menurut The Framingham Heart Study (1999), mendapatkan hubungan antara miokard infark dengan tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan
darah diastolik 90-104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg,
sedangkan pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart
(1979 & 1982) juga memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan
resiko mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari Diastolik terjadi
bersamaan maka akan menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita
yang tekanan darahnya normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan
bahwa kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik
dibandingkan Tekanan darah Diastolik saja.
Pemberian obat yang tepat pada Hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard
infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat-
obatan dalam jangka panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan
usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah yang normal
merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan
alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang
berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan
dengan Tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk.
Orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung
rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi
penurunan angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat hasil dari
deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah koroner serta
penurunan angka kematian PJK sebayak 25%. Keadan ini mungkin akibat hasil dari
deteksi dini dan pengobatan hipertensi, pemakaian betablocker dan bedah koroner serta
perubahan kebiasaan merokok.
Miokard infark adalah kondisi patologis arteri koroner yang ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa didinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung.
Infark miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen oksiggeen beerkepanjangan (Corwin, E. 2000: 367).
Faktor-faktor resiko miokard infark
Faktor resiko yang dapat menyebabkan moikard infark terbagi dalam dua bagian, yaitu factor yang dapat di kontrol dan yang tidak dpat di kontrol. Faktor yang dapat dikontrol seperti hiperkolesterol, hipertensi, merokok, dibetes mellitus, obesitas, in aktifitas fisik, kepribadian tipe A (orang yang bekerja dengan penuh ketegangan, stress serta penuh tantangan) serta kontrasepsi oral. Sedangkan faktor yang tidak dapat di kontrol seperti usia, jenis kelamin, geografis, ras dan keturunan
1. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat MI.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat
dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai
meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun.
Pada perempuan sebelum menopause ( 45 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki
dengan umur yang sama. Tetapi setelah menopause menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki karena kadar kolesterol perempuan meningkat
.
2. Jenis kelamin.
Perempuan akan lebih kebal terhadap penyakit ini sampai dengan menopause, ini di duga disebabkan efek perlindungan hormone estrogen. Di Amerika Serikat gejala miokard infark sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko 2-3 kali lebih besar dari perempuan.
3. Geografis.
Jepang masih tetap merupakan salah satu yang paling
rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko MI meningkat pada orang jepang
yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia. Hal ini menunjukkan faktor
lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada genetik.
4. Ras
Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk negro), didapatkan resiko pada non caucasia kira-kira separuhnya.
5. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam
susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata mengandung
lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan
orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang
rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko yang lebih rendah dari pada
Amerika.
6. Obesitas.
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki dan > 21 %
pada perempuan . Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan
hiperlipidemia. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL
kolesterol . Resiko jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal.
7. Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi
penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko
PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya
menjadi 2x lipat.
8. Exercise.
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki kolaterol
koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru, Membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan kesegaran jasmani. dan pemberian 02 ke miokard serta menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan menurunkan LDL kolesterol.
9. Perilaku dan Kebiasaan lainnya.
Dua macam perilaku seseorang yaitu : Tipe A
dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar berkompetisi, agresif,
ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu . Resiko pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
10. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress.
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan Wallas . Korban
serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang banyak mendapat stress.
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1
1/2 X lebih besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan
darah juga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
II. Keturunan
Menurut Prof. Robert Chilton, dari University of Texas Health Science Center, San Antonio, Texas: “ seorang pasien beresiko 3x lipat mengalami penyakit jantung, jika salah satu orang tua memiliki riwayat penyakit jantung”. (Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST , Mei 2008).
Patofisiologi
Bersatunya ateroma atau plak pada intima arteri besar yang dapat pembentukan thrombus. Sebagian thrombus dapat pecah dan masuk ke aliran darah dehingga menyumbat arteri dan kapiler, hal ini dapat membuat supply ke otot jantung terganggu. Penurunan aliran jantung juga mungkin disebabkan terjadi penyempitan kritis arteri koroner oleh aterosklerosis atau sumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus, disamping itu juga syok dan perdarahan diduga ikut berperan di dalam membuat penurunan aliran darah koroner. Hal ini akan membyat suplai dan kebutuhan jantung terjadi ketidakseimbangan.
Manifestasi klinis dari pada infark miokard adalah nyeri dada spontan dan terus menerus di bagian bawah sternum dan perut atas. Rasa nyeri tajam, berat, menyebar ke bahu, lengan, dagu dan leher, nyeri sering disertai nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing, palpitasi. Tidak seperti angina, nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kerja berat atau emosi) . nyeri berlangsung lebih dari 30 menit, beberapa jam kadang sampai beberapa hari. Nyeri tidak hilang dengan istirahat ataupun nitrogliserin. Pada beberapa kasus, pasien mengeluh seperti gangguan gastrointestinal (mual & muntah), ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eva Rosita Dewi di RS. Malang pada tahun 2000, dari 111 pasien, 84% mempunyai keluhan dyspepsia, seperti mual, muntah dan nyeri ulu hati. (Eva Rosita Dewi, 2000).
Kriteria diagnosis menurut WHO, terbagi dalam 3. Pertama keluhan yang spesipik seperti diatas, kedua perubahan gambar Electrocardiogram (ECG) dengan peninggkatan gelombang ST dan gelombang Q patologi yang berarti adanya necrosis (ST Elevasi Miokard Infark/STEMI), serta Non STEMI yang berarti tidak disertai gelombang Q patologi karena infark tidak sampai kea rah endocard. Ketiga adalah perubahan kadar enzyme jantung, dimana creatin kinase dengan isoenzimnya (CK,CK-MB) di pandang sebagai indicator yang paling penting dan sensitive dan dapat dipercaya dianatara semua enzyme jantung dalam menegakkan miokard infark. CK-MK akan menigkat jika ditemukan kerusakan.
PENGOBATAN
Pengoabatan didasarkan pada tiga kelas yang biasa di gunakan untuk meningkatkan suplai oksigen, vasodilator (khususnya nitrat), anti koagulan dan trombolitik.
Pada umumnya, pasien datang dengan keluhan nyeri yang hebat, Analgetik dapat menghilangkan nyeri namun tidak diketahui apakah bisa memperbaiki aliran darah koroner secara langsung. Pilihann yang tepat adalah Morphine Sulfate 4-8 mg IV dengan interval 5 – 15 menit. Morphi sulfate di kombinasikan dengan Vasodilator.
Vasodilator (nitrogliserin). Dosis yang diperlukan dalam mengurangi nyeri berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya maka pemberian nitrogliserin didasarkan pada jumlah yang mampu menghilangkan nyeri. Tetapi tetap ,\mempertahankan tekanan systole. Pada umunya nitroglycerin dapat diberikan sublingual, topically atau IV jika respun in adekuat (mulai dengan 5-10 mcg/ menit. Nitrogliserin bekerja dengan mendilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung serta mengurangi beban kerja jantung, maka penurunan darah merupakan hasil yang diharapkan , mengingat nitrogliserin juga bekerja pada arteri dan menyebabkan penurunan tekanqan darah sistemik.
Antikoagulan. Heparin bekerja dengan memperpanjang masa pembekuan darah sehingga memungkinkan mengurangi pembentukan thrombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah. Heparin sangat effektif untuk MI, ini berdasarkan penelitian Karl Andersen, dkk tahun 1998, dari 324 pasien dengan pengobatan menggunakan heparin dapat menurunkan angka kematian.
Trombolitik. Berguna didalam melarutkan setiap thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan luasnya infark. Diberikan pada pasien dengan elevasi segment ST >1 mm, dan lebih baikm diberikan pada 3 jam pertama, tidak diberikan setelah 12 jam serangan dari nyeri dada karena tidak efektif. Streptokinase juga merupakan bagian dari trobolitik yang sering digunakan, walaupun terdapat juga aktifator plasminogen jaringan dan anistreplase. Streptokinase bekerja secara sistemik pada mekanisme pembekuan darah tubuh, meskipun obat ini terbukti efektif melarutkan bekuan darah, tetapi ada resiko untuk terjadi perdarahan sistemik, serta reaksi alergi.
Antiplatelet (aspirin) 162 mg sampai dengan325 mg peroral sehari
Beta bloker ( metoprolol 3-5 mg bolus dengan interval waktu 2 menit, ini bertujuan untuk menurunkan heart rate kurang dari 70 kale/ menit.
Pembedahan ataupun reperfusion therapy Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Penelitian yang dilakukan Frederic Kontny, tahun 2000 di RS. Universitas Aker terhadap 740 pasien dengan MI fase tidak akut, 35,2 % dilakukan tindakan invasive atau pembedahan dan 18,9 % tidak, menunjukan angka kematian pada pasien yang dilakukan tindakan bedah/ PCI hanya 1.7%, sedangkan pada pasien yang tidak dilakukan PCI atau bedah mempunyai angka kematian 2,1%. Tetapi PCI dilakukan jika pasien tidak dalam fase akut dan penggunaan obat-obatan tidak membantu didalam mengatasi aliran darah koroner. PCI dapat memecahkan plak/ ateroma yang tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung.
HIPERTENSI
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang semua kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.
Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) prevalensi Hipertensi untuk Indonesia berkisar 6-15%, sedang di negara maju mis : Amerika 15-20%. Lebih kurang 60% penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik. Penyebab kematian akibat Hipertensi di Amerika adalah Kegagalan jantung 45%, Miokard Infark 35% cerebrovaskuler accident 15% dan gagal ginjal 5%. Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita
Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi.
WHO (World Health Organization), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin.
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan).
Hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.
Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah terjadi dimulai saat terbentuknya angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin I dibentuk oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE berperan penting didalam mengatur tekanan darah di ginjal, renin akan diubah menjadi angiotensin I oleh hormone. Diparu oleh ACE, Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II, melalui angiotensin II tekanan darah ditingkatkan melalui pengingkatan hormone Anti Diuretik Hormon (ADH ). ADH di produksi dihipotalamus, tetapi bekerja di ginjal dengan mengatur osmolaritas dan volume urin sehingga jika ADH meningkat, akan membuat sedikit urin yang dieksresikan keluar tubuh, sehingga urin jadi pekat dan osmolaritasnya tinggi. Untuk mengencerkannya maka akan menarik cairan dari intraseluler ke ekstraseluler sehingga membuat volume darah meningkat yang membuat tekanan darah juga meningkat. Cara lain peniongkatan tekanan darah dengan menstimulasi sekresi aldosteron di kortek adrenal, aldosteron juga berperan penting di ginjal, bekerja dengan mengurangi ekskresi kalium dan natrium dengan mengabsorpsinya dari tubulus ginjal, naiknya konsentrasi natrium kalium akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang akan meningkat pul tekanan darah.
Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. komplikasiDampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
PENGOBATAN
TINJAUAN KASUS
Saat melakukan praktek klinis di Accident & Emergency (AE) Siloam Hospital Lippo Karawaci tanggal 08 September 2008, ditemukan kasus yaitu Tn “A” umur 54 tahun dengan diagnosa medik Miokard Infark dengan riwayat Hipertensi. Tn A datang dengan berteriak-teriak sambil memegang dadanya, tampak bajunya basah karena keringat dan mengeluh berkeringat dingin disertai kesulitan bernafas.
PENGKAJIAN
Data Subjektif:
Menurut istrinya, Tn A nyeri dada hebat seperti ditindih benda berat sejak 1 jam yang lalu, nyeri menjalar keleher dan punggung, walaupun pasin istirahat, nyeri masih saja menyerang. Pasien juga sulit bernafas. Keluhan ini muncul saat pasien bangun tidur. Menurut istri pasien, selama ini pasien memang mempunyai riwayat darah tinggi.
Data Objektif :
Pasien datang dengan sadar, tapi berteriak-teriak sambil memegang dadanya, keringat dingin sehingga bajunya basah, bibir pucat, menggunakan otot Bantu pernafasan, gelisah, nadi cepat tapi teratur. TD 187/116 mmHg, HR 115 kali/ permenit, Suhu 34,5 C, pernafasan 28 kali/ menit serta SpO2 96 %.Skala nyeri 9/10 (O = tidak nyeri, 10 nyeri hebat), Glasgow Coma Scale 15, pengisian kapiler lebih dari 2 detik, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada, krekels ada, irama jantung cepat dan teratur, ada mual tapi tidak ada muntah dan diare, nyeri ulu hati, bising usus terdengar di 4 quadran dan terdapat nyeri tekan. Hasil ECG : terdapat ST elevasi dan sinus takikardia serta adanya gelombang Q yang menandakan necrosis. Hasil Laboratorium : Troponin T Kwalitatif positif, CK 101 u/l, CK-MB 38,2 u/l, SGOT 18 u/l, SGPT 32 u/l PO2 91 mmHg, PCo2 38,0 mmHg, PH 7,30, HcO3 20,3 mmol/l, Co2 total 21,6 mmol/l dan O2 saturasi 96 %. Hasil Rontgen Dada dalam batas normal.
Diagnosa keperawatan yang muncul
Nyeri dada byang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah koroner.
1.Risiko terjadinya gangguan perfusai jaringan b\yang disebabkan oleh menurunnya curah jantung.
2.Cemas yang disebabkan takut akan ancaman kematian.
3.Potential tidak menjalankan program perawatan diri berhubungan dengan karena pasien menyangkal menderita gangguan Miokard Infark.
Perencanaan & Implementasi keperawatan
Tujuan dari perawatan adalah menghilangkan nyeri dada, kesulitan bernafas, perfusi jaringan adekuat, cemas berkurang serta pasien patuh terhadap program pengobatan.
1.Mengobservasi tanda-tanda vital (tekanan darah , nadi, pernafasan, suhu dan pernafasan).
R/Untuk mengetahui keadaan umum pasien. Pasien MI dapat terjadi peningkatan pola pernafasan, HR dan BP serta suhu tubuh turun karena pasien keringat dingin yang keluar. Pada Tn A didapati TD 187/116 mmHg, HR 115 kali/ menit, suhu 34,5 C RR 28 kali/ menit daN SpO2 96%.
2.Kaji skala nyeri 0 – 10, kualitas, lokasi, lamanya, menjalar tidak, dan factor yang mencetusnya.
R/ karena nyeri pengalaman subjektif, informasi tentang nyeri dapat menegakkan diagnosa MI dan menentukan obat apa yang tepat. Skala nyeri pada Tn A 9/10 (0 = tidak nyeri dan 10 = nyeri hebat), untuk mengatasi nyeri pasien diberikan cedocard 5 mg sublingual, morphin sulfate 2 mg intravena, morphin di encerkan dengan cairan normal saline 0,9 % (1 cc morphin sama dengan 9 cc normal saline)., dilanjutkan d engan pemberian asacrdia 160 mg dan plavix 75 mg peroral, pasien juga diberikan extra OMZ 40 mg intravena dan cedantron 8 mg IV.
3.Memberika oksigen 4 L/ menit untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam sirkulasi dan mengurangi nyeri dada.
4.Pasien di anjurkan istirahat untuk meminimalkan kerja jantung
5.Pasien di berikan posisi semi fowler untuk memaksimalkan pengembangan paru.
6.Membins hubungan saling percaya dengan pasien untuk mengurangi kecemasan, pasien juga dianjurkan untuk mengungkapkan perasaannya, memberikan informasi yang lengkap tentang kondisi dan pengobatan yang dilakukan.
7.Memberikan lingkungan yang tenang dengan menempatkan pasien pada ruang sendiran tanpa ada pasien lain agar dapat m,enurunkan rangsangan eksternal terhadap cemas.
8.Kajidan identifukasikan persepsi apsien terhadap penyakitnya untuk mengetahui dampak penyakit terhadap kondisi psikologis pasien dan mengetahui sikap pasien terhadap penyakitnya.
EVALUASI
Evaluasi merupakan hasil yang diharapkan dari tindakan yang telah dilakukan, berdasar kasus diatas, hasil yang diharapkan pasien melaporkan nyeri hilang, keluhan dalam pernafasan hilang perfusi janringna terpenuhi, cemas berkurang, konplikasi tidak terjadi serta pasien mau mengikuti program pengobatan.
KESIMPULAN
Miokard infark adalah kematian jaringan pada otot jantung yang disebabkan karena berkurangnya suplai oksigen ke jaringan tersebut, berkurangnya aliran salah satunya disebabkan hipertensi. Pada kasus Tn A, diagnosa medis Miokard Infark dengan riwayat hipertensi.
WHO (World Health Organization), memberikan batasan tekanan
darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau di atas 140/90 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin.
Penanganan MI secara teori dengan yang terjadi pada kasus Tn A hampir sama, memang ada tindakan yang tidak dilaksanaakan pada kasus, seperti PTCA/ pembedahan secara teori ini dapat dilakukan jika tindakan dengan obat-obatan tidak membantu tetapi ini dikontraindikasikan jika pasien dalam fase akut,Beta Bloker memang penting dalam mengontrol nyeri, tapi mungkin tidak baik bila kontraktilitas miokard sangat terganggu karena inotropik negative dapat lebih menurunkan kontraktilitas.
Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis mengenai terjadinya miokard infark di dasarkan pada kenyataan bahwa tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang atau potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang terutama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan
berulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga masuk kealiran darah, lama kelamaan arteri dan kapiler akan tersumbat, yang menyebabkan suplai oksigen ke otot jantung terganggu.
REFERENSI
1.Corwin, J. E. (2000). Patofisiologi. Jakarta: EGC
2.Depre, C., Vatner, S. F., & Gross, G. J. (2008). Hurst's The Heart: Chapter 54. Coronary Blood Flow and Myocardial Ischemia. Retrieved October 13, 2008, from http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?aID=3053926&searchStr=myocardial+infarction
3.Dewi, E. R. (2000). Jurnal Biomedis, 1-12
4.Kannel, W. B. (2000). The Framingham study. London: Amj Cardiol.
5.Kontny, F. (2000). Clinical Cardiology : Expanding the Horizons in Unstable Coronary Artery Disease, 1-9 – 1-12
6.Karl Andersen et al., (1998). The American Journal of Cardiology, 939-943
7.Mencegah Komplikasi Kardiovaskuler. (2008). Semijurnal Farmasi & Kedokteran ETHICAL DIGEST, no. 51, Thn VI, p. 40-45
8.Mohler III, E. R & Schafer, A. I. (2008). Atherothrombosis: Disease Initiation, Progression, and Treatment. Retrieved October 10, 2008, from
http://ezproxy.library.uph.ac.id:2076/content.aspx?aID=2135957&searchStr=myocardial+infarction
9.Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku ajar KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Brunner Suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/147_05PenyakitJantungKoroner.pdf/147_05PenyakitJantungKoroner.html
11. The Framingham Heart Study, (1999). Clinical Investigation and Reports : Temporal Trends in Event Rates After Q-Wave Myocardial Infarction. Retrieved October 20, 2008, from
http://www.circ.ahajournals.org/cgi/content/abstract/100/20/2054
Langganan:
Postingan (Atom)
MY LIFE
Selamat datang di duniaku, dunia tanpa batas